• Post author:
  • Post category:Buku
  • Reading time:1 mins read

Penyelenggaraan pemilu yang kompleks di Indonesia, semakin jauh dari penyederhanaan; sebaliknya, bertambah rumit. Pembuat undang-undang mengambangkan logika linier: karena pemilu semakin kompleks, maka penyelenggaranya juga harus semakin banyak. Inilah cara berpikir menajerial konvensional: semakin banyak pekerjaan, semakin butuh banyak pekerja; semakin banyak jenis pekerjaan, semakin butuh banyak jenis pekerja.

Buku ini merupakan hasil riset sederhana tentang penguatan Bawaslu, setelah Pemilu 2009 dianggap tetap tidak efektif menjalankan fungsi pengawasan. UU No. 15/2011 memperkuat organisasi Bawaslu dengan mempermanenkan Panwaslu provinsi menjadi Bawaslu provinsi, dan UU No. 8/2012 menambah fungsi Bawaslu sebagai penyelesai sengketa. Sebelumnya, MK memandirikan posisi Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, sehingga lembaga ini kedudukannya sejajar dengan KPU.

Semua tuntutan persyaratan agar Bawaslu dan jajarannya bisa menjalankan fungsi pengawasan maksimal, sudah terpenuhi: kemandirian posisi, penguatan organisasi dan penambahan fungsi. Oleh karena itu, Bawaslu harus benar-benar mempersiapkan diri agar kinerjanya tidak mengecewakan lagi dalam mengawasi Pemilu 2014.

Jargon saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah strategi pengawasan yang komprehenasif dan implementatif. Jika kinerja bagus, Bawaslu bisa membungkan kritik banyak pihak yang meragukan manfaat keberadaan lembaga ini.

Download Attachments