• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Suasana Rapat Paripurna saat penyampaian laporan Badan Legislasi DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1). Laporan Baleg tersebut terdiri atas penetapan Prolegnas Prioritas 2016 dan perubahan RUU Prolegnas 2015-2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/16

BERITASATU.com, Jakarta – Deputi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai wacana penambahan jumlah kursi di DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) tidak mampu menjawab persoalan proporsionalitas representasi politik antara masyarakat dan wakilnya. Persoalan yang sesungguhnya adalah ketidakadilan dalam alokasi kursi DPR di provinsi-provinsi di Indonesia. Hal tersebut disampaikannya di Jakarta, Jumat (3/3).

Berdasarkan catatan Perludem, sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 2014, ketentuan mengenai jumlah kursi di DPR telah lima kali mengalami perubahan. Pada Pemilu 1955, jumlah kursi DPR berjumlah 260. Sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1982 jumlah kursi berubah menjadi 460.

Perubahan terjadi lagi pada Pemilu 1987 sampai Pemilu 1999, yakni sebanyak 500 kursi. Pada pemilu 2004 berubah menjadi 550. Kemudian, pada pemilu 2009 dan 2014 jumlahnya bertambah lagi menjadi 560.

“Perubahan jumlah kursi yang terjadi tidak disesuaikan dengan proporsionalitas alokasi kursi ke provinsi. Untuk Pemilu 2014 saja , masih banyak provinsi yang mengalami under representated atau memeroleh kursi yang tidak sesuai dengan jumlah penduduknya,” ungkap Khoirunnisa.

Dia menyebutkan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Riau, merupakan daerah yang masih kekurangan wakil di DPR. Dengan jumlah penduduk 5.543.031 jiwa, seharusnya Riau menempatkan 13 wakil rakyat di DPR. Realitanya, hanya dialokasikan 11 kursi. Begitu pula dengan Jawa Tengah, seharusnya memeroleh 77 kursi, bukan 75 kursi.

Sementara itu, Provinsi Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, NTT dan Kalimantan Selatan, justru mendapatkan kursi berlebih. Provinsi Sumatera Barat dengan penduduk 4.845.998 seharusnya hanya mendapat 11 kursi di DPR, bukan seperti sekarang 14 kursi.

Begitu juga dengan alokasi kursi untuk penduduk Indonesia di luar negeri yang digabung dengan DKI Jakarta II. Padahal, penduduk Indonesia di luar negeri berhak memiliki wakilnya sendiri.

Karena itu, kata Khoirunnisa, Perludem menganjurkan adanya realokasi kursi dan penghitungan ulang kursi di DPR agar bisa menjawab persoalan proporsionalitas representasi politik. Jumlah kursi pun akan sesuai dengan jumlah penduduk.

“Penambahan kursi di DPR akan menimbulkan persoalan anggaran, misalnya untuk membayar gaji anggota DPR,” katanya.

Seperti diberitakan, beberapa fraksi, seperti Golkar, PKB, Nasdem, dan Gerindra, sepakat mengusulkan penambahan kursi di DPR pada Pemilu 2019. Gerindra mengusulkan penambahan jumlah kursi dari 560 menjadi 570. Sedangkan PKB mengusulkan jumlah kursi dari 560 menjadi 619. Argumentasi yang melatarbelakangi usulan penambahan kursi adalah munculnya daerah pemekaran baru dan tidak proporsionalnya jumlah kursi dengan jumlah penduduk Indonesia.

Yustinus Paat/AB

Sumber: http://www.beritasatu.com/politik/417445-perludem-alokasi-kursi-provinsi-di-dpr-masih-tak-adil.html