• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Buruknya produk legislasi yang dihasilkan legislatif tidak serta merta langsung mengubah sistem Pemilihan Umum (Pemilu).

Sistem terbuka terbatas yang saat ini dibahas Pansus RUU Pemilu bukanlah jawaban apabila politik uang dituding menghasilkan anggota legislatif yang tidak berbobot.

Direktur Eksekuti Perkumpulan Untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan politik uang sebenarnya juga menghinggapi sistem proporsional tertutup ketika diterapkan pada Pemilu 1999.

Politik uang yang besar terjadi karena para calon anggota legslatif berebut untuk mendapatkan nomor urut kecil.

“Karena untuk beli nomor urut kecil itu mahal sekali. Itu ruang yang dipravatisasi luar biasa tidak bisa dijangkau pubik,” kata Titi Anggraini.

Menurut Titi, mengubah sistem untuk mencegah politik uang bukanlah jawaban. Untuk memberantas politik uang, harus dilakukan penegakan hukum secara komprehensif.

Masalahnya, kata Titi, belum ada komitmen hingga kini untuk menindak para pelaku politilk uang.

Lagi pula, kata Titi, partai politik harusnya tidak memasukkan calon anggota legislatif ke dalam daftar caleg saat Pemilu.

“Kan partai tidak harus seratus persen mengisi nama di dalam surat suara. Jadi kuncinya memang di rekrutmen partai politik,” kata dia.

Titi mengakui sistem proporsional terbuka tidak sempurna. Menurut Titi, sistem tersebutlah yang paling cocok diterapkan di Indonesia karena masyarakat bisa mengetahui langsung siapa calon wakilnya dan tahu caranya menagih janji si calon jika sudah jadi anggota Dewan.

Sumber: www.tribunnews.com/metropolitan/2017/03/18/perludem-politik-uang-dalam-sistem-proporsional-tertutup-lebih-besar