• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

TEMPO.CO, Jakarta – Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) menilai ketentuan verifikasi partai politik peserta pemilu dalam pasal 173 Undang-Undang Pemilu sebagai pasal yang diskriminatif. Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan seharusnya UU Pemilu menyediakan syarat lain jika tetap menginginkan adanya perbedaan verifikasi antara partai lama dan baru.

Menurut dia, pasal tersebut mengandung argumen bahwa partai yang lama sudah punya basis suara. “Tapi kalau memang mau ada perbedaan verifikasi bagi partai lama, seharusnya ada konstruksi aturan yang berbeda,” kata Titi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Rabu, 27 September 2017.

Titi menjelaskan partai lama bisa saja langsung menjadi peserta pemilu berikutnya jika konstruksi aturannya adalah mengumpulkan dukungan langsung dari rakyat sejumlah harga satu kursi. “Tidak masalah kalau begitu, wong sudah punya kursi,” kata Titi.

Namun jika melihat dari sisi konsistensi pengaturan, kata Titi, perbedaan proses verifikasi tidak bisa serta merta dibedakan. UU Pemilu, ujarnya, menempatkan aturan spesifik lainnya seperti kepengurusan dan keanggotaan. “Ada persyaratan harus memiliki kepengurusan yg dibuktikan dengan kepemilikan kantor, nah ini kan aspeknya aktualitas,” kata Titi.

Aturan spesifik tentang kepengurusan tersebut, kata Titi, membuat pelaksanaan verifikasi harus disamakan antara partai lama dan partai baru. Selain itu, Titi menjelaskan bahwa ada putusan MK juga sebelumnya yang mengharuskan agar tidak ada perlakuan yang diskriminatif dalam pelaksanaan undang-undang.

Kementerian Dalam Negeri membantah adanya perlakuan tidak adil terkait perbedaan proses verifikasi antara partai peserta pemilu baru dan lama. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan perbedaan partai pemilu lama tidak perlu melakukan verifikasi secara detail karena sudah memiliki kepercayaan rakyat pada pemilu periode sebelumnya.

Partai lama yang dimaksud Tjahjo adalah 12 partai peserta pemilu legislatif 2014 yaitu Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Keterangan tersebut disampaikan Tjahjo dalam sidang lanjutan uji materi UU Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin kemarin. “Secara prinsip seluruh partai yang mengikuti pemilu harus diverifikasi, baru dan lama, tapi bentuk verifikasi saja yang berbeda,” kata Tjahjo kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1020093/perludem-ketentuan-verifikasi-parpol-baru-diskriminatif