• Post author:
  • Post category:Siaran Pers
  • Reading time:5 mins read

SIARAN PERS
Tegakkan Konstitusi, Tolak Pembatalan Pembatasan Masa Jabatan Wapres

Pada hari ini, 30 Juli 2018, kami berenam mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam pengujian Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu Perkara No. 60/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dengan pihak terkait Bapak Drs. H.M. Jusuf Kalla. Pengajuan tersebut dilakukan melalui kuasa hukum kami INTEGRITY (Indrayana Centre for Government Constitution and Society).

Kami berenam, Para Pihak Terkait tersebut adalah:

1. PERKUMPULAN UNTUK PEMILU DAN DEMOKRASI (PERLUDEM), diwakili oleh Titi Anggraini, S.H., M.H., selaku Direktur Eksekutif Perludem.

2. PUSAT PENGKAJIAN PANCASILA DAN KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER (PUSKAPSI FH UNEJ), diwakili Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H., selaku Direktur.

3. PUSAT STUDI KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS (PUSAKO FH UNAND), dalam hal ini diwakili oleh Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M, selaku Direktur Eksekutif.

4. PUSAT KAJIAN HUKUM DAN DEMOKRASI (PUSKAHAD FH UNS) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET, dalam hal ini diwakili Dr. Agus Riewanto, selaku Direktur.

5. Dr. Jimmy Zeravianus Usfunan, S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Udayana.

6. Oce Madril, S.H., M.A.Gov, Dosen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada.

Kami berenam, selaku Para Pihak Terkait bersama ini menyatakan:

1. Permohonan sebagai pihak terkait ini semata-mata dilandasi keinginan untuk menegakkan nilai-nilai dasar berkonstitusi serta menyelamatkan masa depan demokrasi, khususnya terkait klausul pembatasan masa jabatan Wakil Presiden. Kami tidak ada maksud lain, termasuk pula tidak ada motivasi politik praktis untuk mendukung atau tidak mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.

2. Adapun pokok-pokok argumentasi yang diajukan Para Pihak Terkait adalah sebagai berikut:

a. Pengujian dalam perkara a quo bukanlah menguji Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu saja, tetapi senyatanya permintaan untuk mengubah norma Pasal 7 UUD 1945 agar tidak lagi membatasi masa jabatan wakil presiden yang telah tegas dan jelas diatur dalam Pasal 7 UUD 1945. Kalaupun pembatasan masa jabatan wakil presiden tersebut ingin diubah—padahal sebaiknya tidak, maka yang berwenang untuk melakukannya bukanlah Mahkamah Konstitusi, tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana kewenangan itu diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945.

b. Berdasarkan penafsiran gramatikal, norma pembatasan masa jabatan Wakil Presiden di dalam pasal 7 UUD 1945 sudah sangat jelas dan tegas, crystal clear. Secara gramatikal, tata bahasa, susunan kata dan kalimat, norma yang ada dalam Pasal 7 itu sudah jelas mengatur pembatasan masa jabatan bukan hanya presiden, tetapi juga wakil presiden, karena pada saat dirumuskan telah melibatkan ahli bahasa untuk menghilangkan ketidakjelasan dan rumusan yang ambigu. Yaitu masa jabatan maksimal dua periode atau paling lama sepuluh tahun.

Dalam hal ketentuan hukum yang sudah terlalu jelas dan tegas demikian berlaku tegas dan jelas demikian berlaku asas hukum “in claris non fit interpretatio”. Artinya, atas suatu ketentuan yang sudah jelas jangan ditafsirkan kembali.

c. Dengan menggunakan penafsiran historikal, maksud pembatasan jabatan juga berlaku untuk wakil presiden, bukan hanya bagi presiden. Di dalam sejarah perumusannya, semangat yang ada, baik dalam TAP MPR XIII/1998 tetang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI ataupun Perubahan Pertama Pasal 7 UUD 1945, adalah baik presiden maupun wakil presiden tidak dapat menjabat lebih dari dua kali masa jabatan alias paling lama sepuluh tahun, tidak perduli dua kali masa jabatan tersebut berturut-turut ataupun tidak berturut-turut.

d. Mengacu pada penafsiran original intent, risalah pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 (Buku Keempat, Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I, halaman 472 – 486), menegaskan masa jabatan wakil presiden maksimal dua periode, atau paling lama sepuluh tahun, tidak terpengaruh apakah berturut-turut ataupun bersela sekalipun. Semua fraksi di MPR mengusulkan pembatasan berlaku bagi keduanya, karena semuanya menggunakan frasa “Presiden dan Wakil Presiden”.

e. Mengacu penafsiran secara konseptual, Pihak Terkait Jusuf Kalla mendalilkan Wakil Presiden hanya pembantu presiden yang tidak memiliki kekuasaan pemerintahan, yang punya kekuasaan adalah presiden sehingga yang patut dibatasi masa jabatannya adalah presiden. Konsep ini bisa diperdebatkan karena argumentasi lain mengatakan, kekuasaan pemimpin pemerintahan memang ada pada presiden, tetapi wakil presiden, menteri dan pejabat negara yang lain, tentu saja tetap mempunyai kekuasaan dan kewenangan masing-masing. Demikian pula tentu ada kewenangan yang melekat pada kepala daerah, yang menurut Putusan MK Nomor 8 Tahun 2008 dan Nomor 22 tahun 2009, jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota juga dibatasi hanya untuk maksimal 2 (dua) periode jabatan, atau paling lama 10 (sepuluh).

f. Ihwal pembatasan jabatan wakil presiden ini juga bisa menggunakan metode komparasi dengan di negara-negara lain. Kami, Para Pihak Terkait dapat memastikan hampir seratus persen negara-negara dengan sistem presidensial mengatur pembatasan wakil presiden dalam satu tarikan napas, alias sama, dengan presidennya.

3. Berdasarkan argumentasi-argumentasi di atas, kami meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk:

a. Menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard) karena Mahkamah Konsitusi tidak berwenang melakukan pengujian permohonan a quo yang pada kenyataannya jika dikabulkan akan mengubah Pasal 7 UUD 1945, dan karenanya merupakan kewenangan MPR.

b. Atau, jikapun Mahkamah Konstitusi menganggap memiliki kewenangan menguji permohonan a quo, menyatakan menolak permohonan pemohon PERINDO ataupun Pihak Terkait Jusuf Kalla untuk seluruhnya, karena pasal 169 huruf n dan penjelasannya, maupun pasal 227 huruf i UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Jakarta, 30 Juli 2018

Pihak Terkait
1. Titi Anggraini, S.H., M.H.
2. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.
3. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
4. Dr. Agus Riewanto
5. Dr. Jimmy Zeravianus Usfunan, S.H., M.H
6. Oce Madril, S.H., M.A.Gov.

Kuasa Hukum PIhak Terkait/INTEGRITY
1. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
2. Dra. Wigati N. P, S.H., LL.M.
3. Zamrony, S.H., M.Kn.
4. Harimuddin, S.H.

Download Attachments