Setiap tahapan pemilu membuka terjadinya peluang sengketa. Baik sengketa antara calon peserta pemilu dengan para penyelenggara, sengketa antar penyelenggara, ataupun sengketa sesama peserta pemilu. Oleh sebab itu, instrument hukum yang mengatur penyelenggaraan pemilu telah memfasilitasi sengketa pemilu ini.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang mengatur penyelenggaraan pemilu legislatif telah bagaimana proses penegakan hukum pemilu dilaksanakan. Mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pemilu, sudah diatur di dalam UU No.8/2012. Isu penegakan hukum pemilu ini sangat penting untuk ditelusuri lebih jauh karena bisa menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan suatu pemilihan umum yang jujur dan adil.
Pembagian proses penegakan hukum pemilu ini dikupas secara tuntas oleh Alvon Kurnia Palma dalam tulisannya yang berjudul “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu Legislatif”. Alvon secara rinci membagi bentuk-bentuk sengketa pemilu, kemudian lembaga apa yang berwenang dalam menindak dan menyelesaikannya. Tulisan ini membahas secara historis proses penegakan hukum pemilu, kemudian tantangan serta celah dalam proses penegakan hukum pemilu pada 2014 mendatang. Dalam kekhawatiran tersebut Alvon juga memberikan rekomendasi apa yang bisa menjadi pilihan bagi para pengambil kebijakan dalam menyelesaikan persoalan.
Berikutnya, agak lebih spesifik pada satu lembaga dengan judul “Menilik Kesiapan Bawaslu Dalam Menangani Pelanggaran Dan Sengketa Pemilu 2014” oleh Muhammad. Muhammad mendetail peran Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu pada 2014 nantinya. Meskipun, sebagai salah satu bagian penyelenggara pemilu, Bawaslu sudah berperan semenjak tahapan pemilu pertama dilaksanakan bersama-sama dengan KPU. Muhammad juga menyampaikan konsep dan tugas Bawaslu dalam menjalankan perannya sebagai pengawas dalam proses penyelenggaraan pemilu. Tulisan ini juga mencoba mengupas fenomena-fenomena yang bisa menjadi pemicu munculnya sengketa dan Bawaslu berperan dalam mengawasi terjadinya fenomena pelanggaran tersebut.
Selanjutnya dilanjutkan oleh tulisan Refki Saputra, yang menuangkan pemikirannya dalam tulisan dengan judul “Mendorong Transparansi Dan Akuntabilitas Dana Kampanye Melalui Pembatasan Transaksi Keuangan Tunai”. Gagasan besar dari tulisan Refki ini adalah mendorong transparansi dana kampenye dari para peserta pemilu. Tulisan ini membahas secara historis, bagaimana pengalaman pada pemilu 2004 dan 2009, masih banyak partai politik yang menerima dana dari sumber yang tidak sah menurut UU, dan tidak bersih dan transparan dalam pelaporan dana kampenye kepada KPU dan public. Kemudian kekhawatiran dari sumber dana yang diterima oleh parpol dan peserta pemilu, berasal dari uang kejahatan. Oleh sebab itu, salah satu gagasan untuk melacak prilaku para peserta pemilu yang seperti ini adalah dengan membatasi transaksi tunai dalam dana kampanye.
Tulisan berikut agak lebih meruncing ke salah satu bentuk pelanggaran pemilu. Yaitu tulisan yang disampaikan oleh Linda Nindyahwati, mendalami persoalan pidana pemilu. Tulisan yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana Pemilu” secara tajam membahas seluk beluk persoalan pidana pemilu. Salah satu bagian yang disoroti adalah persoalan limitasi waktu yang seolah memburu penyelesaian sengketa pemilu. Kemudian juga membahas perdebatan penerapan pemidanaan kumulatif yakni penjara dan denda dalam penegakan pidana pemilu.
Berikutnya tulisan dari Joko Riskiyono. Tulisan yang berjudul “Hak Publik Berpartisipasi Mewujudkan Penyelenggaraan Pemilu Demokratis” membahas apa yang bisa dilakukan public untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan penyelenggaraan pemilu. Tulisan ini coba menggali peran dari publik untuk mengawasi peneyelenggaraan pemilu sebagai wujud dari sarana pendidikan dan partisipasi public dalam suatu peneyelenggaraan pemilu.
Kemudian ada laporan pandangan mata yang dilakukan oleh Fadli Ramadhanil pada penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jaya Wijaya pada 19 September yang lalu. Banyak hal menarik yang ditemukan, khususnya persoalan system noken apakah masih bisa dipertahankan ditengah kekhawatiran banyaknya potensi pelanggaran dalam system noken ini. Misalnya persoalan akurasi data pemilih, kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara, dan praktik politik uang.
Terakhir, jurnal kali ini ditutup oleh tulisan Purnomo Pringgodigdo. Tulisan yang berjudul Rezim Pelanggaran dan Mahkamah Konstitusi(Refleksi Pemilukada Sumatera Selatan)” bercerita kronologis lengkap proses Pemilukada Provinsi Sumatera Selatan, dan bagaimana proses penyelesaian sengketa hasil Pemilukada di Mahkamah Konstitusi
Akhirnya, kami segenap redaksi jurnal Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengucapkan selamat membaca atas terbitnya jurnal edisi kali ini.
Jakarta, Oktober 2013
Redaksi
Jurnal Edisi 6 dalam bentuk soft copy pdf dapat diunduh pada link di bawah.
Rekan Perludem sebagai bagian dari fund raising kami, Rekan dapat membeli hardcopy dari Jurnal Pemilu&Demokrasi Edisi #6 ini seharga Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah). Bagi yang berminat untuk mendapatkannya silakan mengirimkan email ke perludem@gmail.com, Staf Perludem akan sesegera mungkin menindaklanjutinya.