• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

Sepulang dari studi banding ke Meksiko dan Jerman, DPR keluarkan wacana kontroversial dengan kembali membolehkan anggota partai politik untuk jadi anggota KPU layaknya Pemilu 1999. Ini adalah kemunduran!

Ide ini keliru dan bisa rusak netralitas serta kemandirian KPU sebagai penyelenggara pemilu. Bagaimana bisa penyelenggara pemilu terafiliasi dengan parpol yang punya kepentingan untuk menggolkan calon-calonnya sebagai anggota legislatif maupun eksekutif? Pada Pemilu 1999 misalnya, banyak persoalan dalam teknis penyelenggaraan pemilu karena anggota Parpol jadi anggota KPU.

Pasal 22E Ayat (5) UUD NRI 1945 sebetulnya secara gamblang dan tegas menyebutkan “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Jika dilacak dari risalah perdebatan amandemen UUD NRI 1945 tahun 2001, munculnya kata mandiri dimaksudkan untuk melepaskan KPU dari keanggotaan partai politik.

Meski bersinggungan satu sama lain di pemilu, KPU dan Partai Politik memiliki tugas yang berbeda. KPU bertugas untuk menyelenggarakan pemilu secara adil dan demokratis agar setiap pemilih dapat terfasilitasi hak pilihnya tanpa terkecuali. Di sisi lain KPU bertugas juga untuk fasilitasi arena kontestasi yang setara bagi setiap parpol maupun kandidat. Sementara parpol peserta pemilu, bertugas untuk meraih suara terbanyak dan berkepentingan untuk memenangkan pemilu.
Jadi, jika KPU berasal dari parpol maka terdapat konflik kepentingan, atau seperti “pemain bola merangkap wasit”. Bukannya diselenggarakan pemilu dengan adil dan demokratis, anggota KPU bisa jadi sibuk memenangkan kandidat dari parpol asalnya.

Mahkamah Konstitusi juga mengatur soal kemandirian KPU melalui Putusan No. 81/PUU-/IX/2011. Isinya bahwa untuk menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu, seseorang harus mundur dari partai politik minimal 5 tahun sebelum mendaftar. Sifat Putusan MK yang final dan mengikat tentu harus jadi perhatian serius bagi Pansus RUU Pemilu. Jika mereka memaksakan memperbolehkan anggota parpol jadi anggota KPU, berarti mereka abaikan putusan MK.

Maka dari itu kami mengajak rekan-rekan yang peduli terhadap demokrasi untuk menolak anggota Parpol menjadi anggota KPU. Pansus RUU Pemilu harus mengedepankan prinsip kemandirian bagi penyelenggara pemilu. Secara lebih khusus, kami sebagai Warga Negara Indonesia berpesan kepada Bapak Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia dan Bapak Setya Novanto selaku Ketua DPR RI untuk terus mengawal proses pembahasan RUU Pemilu dan menolak dengan tegas parposilasi penyelenggara pemilu demi terciptanya pemilu yang adil, demokratis, berintegritas, dan berkualitas

Mari kita dukung dan tanda tangani petisi ini.

https://www.change.org/p/presiden-jokowi-tolak-parpol-jadi-penyelenggara-pemilu