Apa Kabar UU Pemilu Soal Keterwakilan Perempuan?
REKOMENDASI KETENTUAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI HARI KARTINI
Jakarta, 21 April 2017
21 April yang masih membudaya sebagai Hari Kartini penting jadi pengingat perkembangan UU Pemilu mengenai keterwakilan perempuan. Rapat perumusan undang-undang yang lebih sering tak bisa diakses pers dan dilakukan malam hari membuat kesan kontradiktif dengan kebutuhan pemilu dan pemerintahan yang representatif gender. Perkembangan tak baik ini pun ditambah keadaan keterpilihan anggota KPU serta Bawaslu yang timpang gender dan tragedi kepemimpinan DPD yang menguatkan representasi partai.
Afirmasi perempuan di Pemilu Presiden
Perumusan UU Pemilu jangan sampai melupakan tujuan pemilu serentak yang ingin menguatkan sistem pemerintahan presidensial. Karena itu, jangan lagi syarat pencalonan presiden yang hanya tersedia jalur partai tak hanya diperuntukan oleh partai parlemen dan persyaratan kepemilikan 25% kursi DPR.
Rekomendasi dari afirmasi perempuan di Pemilu Presiden adalah dengan membolehkan pencalonan presiden bagi semua partai peserta pemilu. Dengan syarat ini, calon presiden tak disandera pengaruh persentase kepemilikan kursi partai. Jika semua partai dibolehkan mencalonkan presiden, perempuan calon presiden/wakil presiden jauh lebih mungkin hadir.
Afirmasi perempuan di Pemilu DPR dan DPRD
Pilihan “sistem proporsional terbuka terbatas” dalam perkembangan terakhir UU Pemilu sebelumnya disikapi penolakan oleh Koalisi Advokasi UU Pemilu. Representasi LSM perempuan dalam koalisi ini menilai, sistem proporsional terbuka terbatas kontraproduktif dengan tren positif capaian keterwakilan perempuan pasca-Reformasi. Sistem proporsional terbuka pun telah memberikan pengalaman perempuan berpolitik publik melalui kampanye dan komunikasi langsung kepada warga.
Sistem pemilu terbuka terbatas sebaiknya diubah dengan sejumlah rekomendasi sebagai berikut:
Hal | Penjelasan |
Sistem Pencalonan | 1. Rekrutem terbuka yang mengutamakan kader perempuan dari partai politik dengan quota 30% dengan daftar calon disusun zigzag;
2. 30% kursi di daerah pemilihan diisi calon perempuan di nomor urut 1 sehingga membuka ruang kesempatan bagi kandidat perumpuan untuk bersaing di banyak dapil. |
Balloting/disain surat suara | open list : ziyper sistem (selang-seling/50:50) antara perempuan dengan laki-laki. |
Kampanye | Subsidi negara terhadap biaya iklan kampanye di media elektronik. |
Kepesertaan pemilu DPR dan DPRD | Partai menjadi peserta pemilu DPR dan atau DPRD bukan berdasar kepemilikan kantor/sekretariatan berjumlah 100% provinsi, 75% kabupaten/kota, dan 50% kecamatan. Syarat sangat mahal ini akan berdampak pada watak rekrutmen caleg oleh partai yang menerima/mencari orang yang banyak uang dan popular yang jauh lebih banyak bergender lelaki.
Rekomendasi kepesertaan pemilu DPR dan DPR menjadi berdasar jumlah anggota sebanyak nilai satu kursi DPR/DPRD. Jika partai mau mengikuti pemilu DPR syarat peserta pemilunya, partai harus punya anggota minimal sebanyak nilai satu kursi DPR. Begitu pun untuk pemilu DPRD yang kepesertaannya berdasarkan banyaknya anggota senilai satu kursi DPRD. |
Afirmasi perempuan di DPD
Jumlah persentase perempuan di DPD yang hampir 30% malah makin berwatak merepresentasikan partai, bukan daerah, apa lagi perempuan. Pencalonan dan keterpilihan pemilu DPD yang merepresentasikan partai dan masih timpang gender disebabkan beratnya syarat pencalonan DPD.
Rekomendasi afirmasi perempuan di DPD dalam perumusan UU Pemilu adalah penurunan syarat pencalonan pemilu DPD. Ukuran pengumpulan dukungan harus diperkecil dan inklusif, misal: cukup dengan bukti pengakuan sekelompok orang. Dengan begini, sangat mungkin jauh lebih banyak orang, khususnya perempuan berkualitas baik yang bisa mencalonkan dan terpilih.
Afirmasi perempuan di penyelenggara pemilu
Timpang gendernya anggota penyelenggara pemilu harus diimbangi dengan UU Pemilu yang menguatkan kewenangan KPU menentukan partai peserta pemilu berdasarkan pemenuhan syarat kuota pencalonan perempuan. Mengingat, keanggotaan KPU 2012-2017, jangan lagi UU pemilu mudah dimultitafsirkan untuk membantah atau mengesampingkan afirmasi perempuan yang diperkuat melalui PKPU.
Penguatan kewenangan penyelenggara pemilu dalam afirmasi perempuan dalam UU Pemilu pun penting untuk menjamin rekrutmen penyelenggaraan pemilu di daerah dan panitia lapangan. Dengan ini, kita bisa menghindari timpang gender di keanggotaan KPU provinsi, kabupaten/kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Suara (PPS), dan Kelompok Petugas Pemungutan Suara (KPPS).
Selamat Hari Kartini. Meski tanggal 21 April tak lagi jadi hari resmi peringatan kelahirannya, semoga tak menghilangkan upaya afirmasi keterwakilan perempuan dalam UU Pemilu. []
Nara hubung: Deputi Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati (08170021868), Usep Hasan Sadikin (081380501118), dan Heroik Pratama (087839377707).