• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, dari sekian pembahasan undang-undang tentang kepemiluan yang ia amati sejak 2005, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2019 kali ini adalah yang paling tertutup.

“Dalam periode saya berinteraksi langsung dengan proses pembuatan UU kepemiluan kita (Indonesia), minimal dari 2005-2014, saya ingin mengatakan bahwa pembahasan RUU Pemilu kali ini adalah pembahasan RUU Pemilu yang paling tertutup dan jauh dari diskusus publik,” kata Titi dalam sebuah diskusi di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Hal ini sangat disayangkan, karena menurut Titi proses pembuatan UU yang dilakukan secara terbuka dan bisa diakses publik merupakan bentuk pendidikan politik bagi masyarakat.

Sayangnya, kata Titi, pembuat UU seolah-olah takut apabila proses pembahasannya dibuka dan bisa diakses publik, hal itu dapat mengganggu jalannya proses yang sedang berlangsung.

“Ini seolah-olah ingin ditutup prosesnya, karena voice atau suara yang dimiliki publik itu diposisikan sebagai kegaduhan atau noise,” imbuh Titi.

Seharusnya kata Titi, suara publik itu semestinya dilihat oleh pembuat UU sebagai refleksi atau respons dari berbagai isu yang berkembang.

Titi mencontohkan banyak isu yang berkembang saat ini seperti KPU tingkat kabupaten/kota yang mau dijadikan ad hoc, penambahan penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu pusat, hingga anggaran saksi dari APBN.

“Pada akhirnya dengan proses yang tertutup ini, publik menjadi tidak memperoleh pendidikan politik. Pembahasan produk UU yang mestinya melahirkan dimensi pendidikan politik publik itu tidak tercapai, karena hanya dilokalisasi dalam ruang sempit, hanya Pansus Pemilu dan pemerintah,” ujar Titi.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2017/05/08/16334721/perludem.sebut.pembahasan.ruu.pemilu.kali.ini.paling.tertutup