• Post author:
  • Post published:May 30, 2017
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah LSM menyebut wacana penambahan jumlah kursi DPR patut dipertanyakan. Pasalnya wacana tersebut dikhawatirkan hanya akan menambah beban bagi negara.

Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi yang digelar oleh ICW bersama Pusako Unand, IBC dan Perludem di kantornya. Salah satu pembicara dalam diskusi, peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama, menyebut ada beberapa hal pokok yang harus menjadi pertimbangan.

“Pertama, jumlah penduduk itu bukan menjadi satu-satunya faktor penentu penambahan jumlah kursi DPR. Malahan, kalau kita berkaca pada negara lain, misalnya Amerika Serikat, yang jumlah penduduknya lebih besar dibanding Indonesia, kursi anggota DPR mereka tidak pernah berubah karena mereka tidak menggunakan jumlah penduduk menjadi patokan,” ujar Heroik di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Senin (29/5/2017).

Heroik menilai bahwa penambahan jumlah kursi berdasarkan penambahan jumlah penduduk bukanlah sebuah keputusan yang bijak. Karena saat ini faktanya di lapangan yang perlu diperhatikan adalah adanya re-alokasi jumlah kursi DPR.

“Misalnya, di Jawa itu jumlah penduduk kurang lebih 43 juta, kalau kita hitung berdasarkan jumlah penduduk, maka seharusnya jumlah kursinya adalah 100, sedangkan faktanya saat ini hanya ada 91 kursi. Sementara ada provinsi lain, seperti Sulawesi Selatan yang harusnya hanya 19 kursi, tapi malah mendapat 24 kursi. Jadi, kalau kita bicara soal proporsionalitas atau kesetaraan, maka yang seperti itu harusnya dibenahi. Tidak perlu ada penambahan, lakukan saja re-alokasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut Heroik menyebut bahwa jika alasan penambahan jumlah kursi itu adalah untuk meningkatkan representasi masyarakat di DPR, maka alasan itu patut diberikan tanda tanya besar. Karena dalam sejarahnya, jumlah kursi anggota DPR di pemerintahan Indonesia terus bertambah, namun hingga saat ini belum terlihat dampak positif yang nyata dari adanya penambahan tersebut.

“Malah semakin memperbesar potensi korupsi. Selain itu, jika jumlah kursi DPR bertambah, maka tingkat kompleksitas juga akan meningkat. Bayangkan saja saat ini 560 anggota DPR ketika memutuskan sebuah kebijakan, tarik ulurnya memakan waktu yang sangat lama. RUU Pemilu saja yang awalnya dibilang akan selesai April, sampai sekarang masih terus dilakukan penundaan. Nah, apalagi nanti kalau jumlahnya bertambah, yang ada hanya akan menambah tingkat kompleksitas,” sebutnya.

Heroik juga menyoroti soal cost (biaya) politik yang menurutnya akan semakin bertambah jika penambahan ini dilakukan. Jika cost politik bertambah, maka tidak menutup kemungkinan jika nanti anggota baru yang menduduki kursi DPR akan melakukan berbagai cara untuk mengembalikan biaya besar yang sempat dikeluarkan tersebut.

“Ini menambah cost politik, padahal Parpol belakangan mengeluhkan soal dana kampanye yang tinggi. Jadi masalah satu belum selesai, malah menambah dengan masalah baru lagi. Harusnya, lebih baik masalah-masalah itu diselesaikan satu-persatu,” tuturnya.

Ia melanjutkan bahwa menurutnya masih ada isu-isu lain yang lebih penting dan urgent untuk dibahas dibanding penambahan jumlah kursi DPR. Isu-isu itu, kata Heroik, misalnya adalah isu proses rekrutmen internal partai yang sampai saat ini masih perlu dibenahi ataupun isu transparansi dana kampanye.

“Untuk 560 anggota DPR saja kita tidak tahu proses internal recruitmentnya bagaimana. Kalau kita bilang, itu secret gardennya Parpol lah, sulit melihat prosesnya. Demokrasi di internal partai saja masih harus dibenahi, bagaimana mau menambah jumlah kursi. Jadi, menurut saya, menambah anggota DPR bukan menjadi solusi,” tutup Heroik.

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-3514442/perludem-penambahan-anggota-dpr-perbesar-potensi-korupsi