Mempermanenkan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota: Membebani APBN Senilai Rp. 2,7 triliun per tahun
Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Jakarta, 2017
Wacana menjadikan pengawas pemilu kabupaten/kota sebagai institusi yang permanen seolah tidak bisa dibendung di Pansus RUU Pemilu dan Pemerintah. Bahkan, saking mantabnya wacana ini akan disahkan dalam RUU Pemilu, perdebatan terkait dengan mempermananken pengawas pemilu kabupaten/kota ini tidak lagi masuk ke isu krusial yang belum tuntas dibahas. Artinya, dengan keadaan begitu, dapat diasumsikan bahwa Pansus RUU Pemilu dan Pemerintah sudah setuju terhadap usulan mempermanenkan pengawas pemilu kabupaten/kota.
Dari awal, Perludem menyampaikan penolakan terhadap wacana mempermanenkan pengawas pemilu kabupaten/kota. Ada beberapa alasan: Pertama, evaluasi peran kelembagaan pengawas pemilu kabupaten/kota yang perannya menempel pada setiap tahapan pemilu, seharusnya tidak kepada bentuk permanen atau tidak. Tetapi lebih kepada tugas, fungsi, dan kewenangan yang perlu untuk diperkuat dalam menjalankan kerja-kerja pengawasan, penanganan pelanggaran pemilu.
Kedua, peran pengawas pemilu kabupaten/kota, sejalan dengan setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Artinya, dengan jadwal pemilu yang sudah tertata dengan mekanisme pemilu serentak, mempermanenkan pengawas pemilu akan membuat efektifitas keberadaan kelembagaan pengawas pemilu menjadi minor. Karena, sebagaimana disinggung diawal, peran pengawas pemilu kabupaten/kota hanya berlangsung selama tahapan pemilu saja.
Ketiga, mempermananken pengawas pemilu kabupaten/kota akan berkonsekuensi dengan penambahan biaya permanen dari sekretariat pengawas pemilu kabupaten/kota. Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) sudah menghitung estimasi awal konsekuensi biaya yang akan dikeluarkan dengan mempermanenkan pengawas pemilu kabupaten/kota. Kopel menghitung beberapa pembiayaan rutin dari setiap pengawas pemilu kabupaten/kota, dengan asumsi jumlah komisioner adalah lima orang.
Selain itu, juga dihitung, kebutuhan sekretariat, operasional kantor, belanja barang pokok, dan belanja rutin, serta beberapa aktivitas pokok dari pengawas pemilu. Dari hitungan tersebut, ditemukan kisaran biaya Rp. 6,7 miliar rupiah kebutuhan satu panwas kabupaten/kota yang permanen, dengan jumlah komisioner 5. Biaya ini tentu saja sangat membebani APBN. Menjadi sangat aneh, ketika pemerintah mau menyetujui usulan ini, ditengah semangat penghematan dan efisiensi penggunaan anggaran dan lembaga organ negara di rezim pemerintahan Presiden Jokowi.
Kontak:
Fadli Ramadhanil 085272079894