Jakarta – Wacana tentang kenaikan dana bantuan untuk partai politik menimbulkan pro dan kontra. Ada yang setuju, tak sedikit menentang karena khawatir justru akan disalahgunakan. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan dua model pengawasan agar dana bantuan untuk Parpol tersebut tak dikorupsi.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini Mashudi mengatakan pemberian dana bantuan parpol harus diikuti dengan sistem pengawasan yang ketat. Menurut dia, ada dua model kelembagaan untuk pengawasan tersebut: yang pertama, lembaga independen yang berdiri sendiri dengan tujuan khusus untuk mengawasi dana partai sepeti Federal Election Commission (FEC) di Amerika Serikat.
Kedua, kewenangan pengawasan bisa diberikan kepada lembaga kredibel yang sudah ada, seperti Mahkamah Konstitusi seperti di Turki, Ketua DPR (Jerman) atau KPU (Meksiko).
“Yang paling penting dalam hal ini adalah bahwa lembaga tersebut bukan hanya diberikan tugas pengawasan, tetapi juga diberikan kewenangan untuk menegakkan hukum yang mencakup hak investigasi dan menjatuhkan sanksi,” kata Titi saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/7/2017).
“Idealnya, kewenangan lembaga tersebut meliputi pengawasan terhadap seluruh dana politik, baik keuangan partai maupun dana kampanye,” tambah dia.
Menurut Titi persentase bantuan negara terhadap total anggaran partai politik di beberapa negara sangat bervariasi. Ada yang di bawah 10 persen, ada yang di atas 80 persen. “Dalam literatur ilmu politik, angka ideal adalah sekitar 30 persen,” ujarnya.
Dia mencontohkan Turki yang memberikan hingga 85 persen, Argentina (23-60), Nicaragua (51), Meksiko (95), Uruguay (80), dan Jerman 32 persen. Selain itu, banyak negara menawarkan bantuan tidak langsung, seperti iklan di TV dan radio pada waktu kampanye.
Undang undang Partai Politik menyebut tiga sumber keuangan parpol, yakni iuran anggota, sumbangan perseorangan dan badan usaha, serta bantuan keuangan negara.
Untuk poin ketiga, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam diskusi di sebuah kafe di kawasan Senayan 8 Maret 2015 pernah melontarkan ide agar parpol mendapat dana dari APBN Rp 1 triliun pertahun bila kondisi keuangan negara sudah baik. Lontaran ini langsung membuat riuh suasana. Umumnya tentu saja menolak, selain karena anggaran negara jauh dari memadai, transparansi manajemen keuangan parpol masih sangat gelap.
Padahal jika merujuk negara-negara lain, beberapa di antaranya memang memberikan sokongan dana cukup memadai terhadap partai politik. Turki, menurut Hinca IP Pandjaitan dalam artikel di situs Partai Demokrat, mengalokasikan APBNnya sebesar 0,04% kepada partai politik. Nilainya sama dengan Rp 2,1 Triliun. “Sedangkan di Indonesia bantuan dana kepada partai politik hanya Rp 13,2 Miliar. Ini sangat kecil sekali,” tulis Hinca.
(jat/erd)
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-3549274/dana-parpol-diusulkan-naik-bagaimana-pengawasannya