• Post author:
  • Post published:July 19, 2017
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

Penetapan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seharusnya tidak menghalangi penuntasan pembahasan RUU Pemilu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, penetapan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seharusnya tidak menghalangi penuntasan pembahasan RUU Pemilu pada Kamis (20/7) mendatang. RUU Pemilu diharapkan tuntas dalam rapat paripurna pada Kamis.

“Tentu akan mempermalukan citra politik Indonesia jika status tersangka Setya Novanto ikut mempengaruhi penyelesian RUU Pemilu,” ujarnya kepada Republika.co.id usai diskusi Ikatan Alumni Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).

Titi melanjutkan, nuansa kepentingan politik akan sangat terlihat jika RUU Pemilu kembali tertunda akibat status Setnov. Menurutnya, nasib pemilu 2019 tidak ditentukan oleh kondisi satu atau dua elit politik.

Pemilu serentak 2019 merupakan masa depan demokrasi yang ditentukan oleh masyarakat, bukan perorangan. “Jadi kami meminta besok Kamis tidak ada lagi penundaan pembahasan RUU Pemilu,” tegasnya.

Titi mengingatkan bahwa Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu sudah lebih dari empat kali mengingkari target penyelesaian sejak April lalu.

Padahal, penyelenggara Pemilu membutuhkan kepastian undang-undang untuk menyusun aturan teknis serta anggaran Pemilu Serentak 2019.

Sebelumnya, ambang batas pencalonan presiden menjadi salah satu isu krusial yang dibahas oleh Pansus RUU Pemilu. Lima paket isu krusial RUU Pemilu dipastikan akan diambil keputusan melalui voting rapat paripurna DPR pada Kamis.

Kelima paket isu tersebut adalah Paket A, presidential threshold (20-25 persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).

Paket B adalah presidential threshold (nol persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare).

Paket C adalah presidential threshold (10-15 persen), parliamentary threshold (empat persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare).

Sedangkan Paket D adalah presidential threshold (10-15 persen), parliamentary threshold (lima persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-8 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).

Paket E, presidential threshold (20-25 persen), parliamentary threshold (3,5 persen), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare).

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/07/18/otagps-status-tersangka-setnov-jangan-halangi-penuntasan-ruu-pemilu