Konsultasi Bersama DPR dan Pemerintah dan Keterlambatan Peraturan DKPP
Koalisi Kawal UU Pemilu
Jakarta, 12 September 2017
Jakarta-Sebagai bagian dari institusi yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemilu, Presiden Jokowi melantik anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada 12 Juni 2017 yang lalu. Presiden melantik 5 anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bersamaan dengan 1 orang anggota KPU dan 1 orang anggota Bawaslu yang ex officio menjadi anggota DKPP.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penjaga etik penyelenggara pemilu, Pasal 157 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan, “DKPP menyusun dan menetapkan kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN serta anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS”.
Masih di dalam UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 157 ayat (4) menyebutkan “ Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan DKPP paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji”
Selain itu, di dalam Pasal 161 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan “ Dalam hal DKPP membentuk Peraturan DKPP, DKPP wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat”.
Lalu bagaimana jika Peraturan DKPP terlambat ditetapkan, atau melewati maksimal waktu 3 bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah/janji? Batasan waktu maksimal tiga bulan agar Peraturan DKPP ditetapkan, jatuh temponya adalah hari ini 12 September 2017. Apalagi, sebelum ditetapkan, DKPP wajib untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan DRP dan Pemerintah. Sepanjang fakta yang diikuti semenjak DKPP dilantik pada 12 Juni 2017, DKPP belum melaksanakan konsultasi Peraturan DKPP dengan DPR dan Pemerintah.
Kondisi ini tentu menjadi sebuah kekhawatiran terhadap instrument sebagai dasar untuk menjaga etik penyelenggara pemilu. Apalagi, tahapan Pemilu 2019 sudah dimulai. Ada ada beberapa pertanyaaan yang mesti dijawab dengan kondisi ini. Pertama, kewajiban untuk berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam menetapkan Peraturan DKPP, telah nyata menghambat dan membelenggu DKPP dalam menetapkan aturan, yang notabene merupakan kewenangan dari lembaga DKPP. Kedua, perlu dipertanyakan juga, apakah DKPP sudah melayangkan surat untuk permohonan konsultasi kepada DPR dan Pemerintah untuk membahas Peraturan DKPP prihal kode etik dan pedoman beracara penanganan pelanggaran kode etik? Kalau sudah, kapan diajukan DKPP.
Jika DKPP baru mengajukan dalam waktu satu minggu ini, perlu dipertanyakan juga, kenapa penyiapan instrument hukum DKPP cukup terlambat untuk dibentuk, sehingga menimbulkan keterlambatan untuk dibahas di DPR dan Pemerintah. Ketiga, secara hukum, keterlambatan ini tentu saja akan mengakibatkan legitimasi formil Peraturan DKPP bisa dipertanyakan. Pertama, jika Peraturan DKPP terlambat disahkan dari batas waktu yang disebutkan di dalam Pasal 157 ayat (4) UU No. 7 Tahun 2017, ini tentu menimbulkan akibat hukum kepada Peraturan DKPP.
Oleh sebab itu, sesuai dengan batas waktu yang sudah ditetapkan oleh UU, DKPP dan DPR perlu segera melaksanakan konsultasi terhadap Peraturan DKPP. Meskipun, batas waktu yang sudah ditetapkan oleh UU menyisakan batas waktu yang sangat sempit sekali, hari ini.
Jika memang DPR dan Pemerintah tidak kunjung menjawab permohonan konsultasi dengan DKPP, karena permohonan konsultasi sudah disampaikan, sebaiknya DKPP segera menetapkan Peraturan DKPP. Penetapan yang dilakukan oleh DKPP bisa menjadi sangat beralasan, agar tidak terjadi pelanggaran UU No. 7 Tahun 2017, karena penetapan Peraturan DKPP paling lambat 3 bulan setelah anggota DKPP diambil sumpahnya oleh Presiden.
Kontak:
Hadar Nafis Gumay (Correct) 08881879813
Titi Anggraini (Perludem) 0811822279
Donal Fariz (ICW) 085263728616
Syamsuddin Alimsyah (Kopel) 081342785686
Adelinne Syahda (KoDe Inisiatif) 082391405893