• Post author:
  • Post published:January 10, 2018
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Jakarta, CNN Indonesia — Peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramdhani yakin uji materi atau judicial review Undang-Undang Pemilu akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi pada Kamis (11/1). Uji materi itu terkait pasal 222 mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

Alasannya, kata Fadli, argumentasi soal konsep presidential threshold dalam undang-undang itu bertentangan dengan prinsip konstitusi dalam demokrasi pemilihan calon presiden dan wakil presiden secara langsung.

“Perludem salah satu pemohon dalam uji materi itu, sampai saat ini kami yakin MK akan mengabulkan soal uji materi ini, karena ini klir bertentangan dengan konstitusi,” ujar Fadli saat ditemui di kantor Imparsial, Kwitang, Jakarta Pusat (9/1).

Fadli mengatakan, dampak positif terhadap kebebasan demokrasi dalam proses kontestasi pilpres ke depan akan semakin baik jika permohonan ini dikabulkan oleh MK.

Pasalnya, hak masing-masing parpol untuk mengusung kandidat calon presiden semakin terbuka lebar dan kandidat alternatif capres semakin variatif.

“Parpol akan dijamin haknya untuk mengajukan calon presiden yang jauh lebih banyak dan lebih variatif,” kata dia.

Fadli berharap capres yang diusung oleh koalisi parpol tak hanya dimonopoli oleh figur-figur lama. Selama ini masyarakat jenuh ketika melihat calon yang maju di ajang pilpres hanya didominasi oleh tokoh lama karena syarat presidential threshold terlalu tinggi. 

“Jadi tak mengkooptasi partai besar saja dengan basis kursi saja,” pungkasnya.

Diketahui, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas sebesar 20 persen untuk perolehan kursi di DPR dan/atau 25 persen perolehan suara nasional untuk mengajukan calon presiden.

Nantinya, lewat ambang batas presiden tersebut, partai politik atau gabungan parpol dalam pengajuan calon presiden/wakil presiden harus memiliki minimal 20 persen jumlah kursi di DPR dan/atau 25 persen suara sah nasional di Pemilu sebelumnya.

Angka 20 persen ini ditentang oleh sejumlah partai seperti fraksi PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS. Mereka meninggalkan ruang sidang atau walk out sebagai bentuk protes dan penolakan terhadap UU Pemilu itu.

Beberapa kelompok masyarakat sipil mengajukan uji materi atas pasal 222 dalam UU tersebut. Keputusan akhir gugatan itu nantinya akan diketuk oleh MK pada Kamis (11/1).

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, selaku salah satu penggugat, menilai pasal ketentuan ambang batas pencalonan digugat ke MK lantaran membatasi hak berdemokrasi. 

Hadar menilai ketentuan ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara belum tepat diterapkan untuk pemilu 2019 karena pemilihan presiden dan wakilnya akan dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan para anggota legislatif.

“Jadi, seharusnya setiap parpol yang sudah memenuhi syarat sebagai pserta pemilu, maka mereka bisa sendri-sendiri atau bersama untuk mencalonkan (presiden) tanpa harus disyaratkan 20 persen kursi atau 25 persen,” ujar Hadar saat mendaftarkan gugatan ke MK Agustus tahun lalu. (pmg/gil)

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180110074834-12-267787/peneliti-dorong-mk-anulir-syarat-ambang-batas-calon-presiden