Jakarta – Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai peluang kemenangan perwira TNI/Polri saat bertarung di kontestasi pemilihan kepala daerah rendah. Salah satu penyebabnya, kata Titi adalah perwira TNI/Polri tidak rutin dan berkelanjutan membangun dan menjaga basis sosial dan politik di daerah pilkada.
“Jabatan di institusi TNI/Polri kan tidak menetap dan berpindah-pindah sesuai arahan pimpinan sehingga peluang untuk membangun, merawat dan menjaga basis sosial dan politik tidak intens,” ujar Titi di Jakarta, Selasa (9/1).
Titi mengakui bahwa perwira TNI/Polri biasanya dicitrakan sebagai putra daerah yang telah berhasil dan berprestasi di institusinya masing-masing. Kemudian, mereka berniat membangun daerahnya dengan ikut kontestasi pilkada di daerahnya masing-masing.
“Tetapi perlu diingat keberhasilan di institusi masing-masing tidak bisa menjamin bahwa yang bersangkutan bisa menang. Sederhananya, memenangi perang berbeda dengan memenangi hati rakyat. Dan mungkin itu yang mungkin kurang dari perwira TNI/Polri,” tandas dia.
Apalagi, kata dia, institusi TNI/Polri itu sangat menekankan sistem komando dan senioritas. Hal ini, menurut dia, sedikit berbeda dengan institusi sipil yang lebih menekan egaliter atau keseteraan.
“Dalam konteks ini, kekhawatiran terhadap ketidaknetralan institusi TNI/Polri mesti diantisipasi. Meskipun, alasannya bukan hanya karena perwira TNI/Polri maju di pilkada,” kata dia.
Lebih lanjut, Titi menilai penyebab perwira TNI/Polri maju di Pilkada karena jabatan kepala daerah sangat menggoda. Menurut dia, kepala daerah merupakan jabatan tertinggi di suatu daerah yang mempunyai otoritas dan kekuasaan membuat kebijakan dan mengatur keuangan untuk melayani rakyat.
“Jabatan kepala daerah merupakan jabatan strategis yang bisa membuat seseorang mempunyai kekuasaan. Hal ini tidak saja membuat perwira TNI/Polri tergoda, tetapi yang juga seperti pengusaha, artis dan aktivis. Mereka berlomba-lomba merebut kekuasaan ini,” terang dia.
Selain itu, kata Titi, partai politik juga mempunyai orientasi menang dalam setiap kontetasi pilkada sehingga yang dipilih bukan kader, tetapi non-kader yang mempunyai elektabilitas dan popularitas yang tinggi. Menurut dia, hal yang membuat parpol mendorong perwira TNI/Polri dengan pertimbangan bahwa para perwira ini mempunyai elektabilitas dan popularitas yang tinggi.
“Cara berpikir parpol kan hanya kemenangan. Pilkada dinilai sebagai mementum untuk meraih kekuasaan sehingga harus menang. Padahal, pilkada seharusnya dilihat sebagai momentum untuk menilai dan mengukur kerja mesin partai dan para kadernya di daerah,” pungkas dia.
Berdasarkan data Perludem, pada Pilkada Serentak 2015, ada 17 TNI dan 10 Polri yang maju di Pilkada. Dari 17 anggota TNI tersebut, hanya 4 orang yang menang (24 persen) dan dari 10 Polri, hanya 2 yang menang di Pilkada (20 persen).
Sementara, pada Pilkada Serentak 2017, terdapat 4 anggota TNI yang maju di Pilkada dan dua orang yang menang (50 persen). Anggota Polri yang maju terdapat 3 orang dan hanya satu orang yang menang (33 persen).
Sumber: http://www.beritasatu.com/politik/472425-perludem-peluang-kemenangan-tnipolri-rendah-di-pilkada.html