TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengritik putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold. Menurut dia, logika Mahkamah dalam memutuskan jauh dari logika konstitusi.
“MK seperti pengamat politik, berbicara soal presidensial, rasa parlementer, kemudian berbicara soal penyederhanaan partai. MK terlihat gagal fokus berkaitan dengan argumen konstitusional yang ingin dibangun terkait ambang batas pencalonan presiden,” kata Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 11 Januari 2017.
Titi menyayangkan bahwa keputusan MK sama sekali tidak menyentuh soal rasionalitas dan relevansi ambang batas terkait dengan pasal 6a ayat 2 UUD 1945 yang juga mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden. “Termasuk juga penggunaan suara atau kursi dari pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Berita lainnya: Soal PT 20 Persen, Perludem: Logika MK Melompat-lompat
Titi berpendapat MK memaksakan argumentasinya dgn menarik isu presidential thershold ke isu penyederhanaan partai tanpa ada argumentasi logis ihwal penggunaan ambang batas dan penguatan sistem presidensial. Meski begitu, ia tetap menghormati keputusan MK. “Ada logika yang tidak bisa kami terima dan terkesan MK memaksakan putusan,” katanya.
Dengan keputusan ini, Mahkamah melanggengkan keberadaan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Beleid ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 lalu untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Perindo menggugat beleid tersebut. Partai Idaman menilai pasal tersebut sudah kedaluarasa dan tidak karena menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai ambang batas pemilihan presiden pada 2019 yang dilakukan serentak.
Pemohon uji materi lainnya, Effendy Gazali, mengatakan keputusan MK adalah batu ujian bagi target penyederhanaan partai politik didasari kesamaan platform partai politik. Padahal, kata dia, belum ada bukti bahwa ambang batas dapat menyederhanakan partai. “Kalau berdasarkan persamaan platform, coba lihat pilkada, mana ada persamaan platform,” katanya.
Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1049558/putusan-presidential-treshold-perludem-mk-seperti-pengamat