• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritisi kebijakan Polri yang akan menerima kembali personelnya yang gagal ditetapkan sebagai peserta Pilkada Serentak 2018.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, anggota Polri yang gagal ditetapkan sebagai calon kepala daerah diperkenankan kembali ke institusi Polri, namun bukan menempati jabatan struktural.

Pernyataan Setyo tersebut berbeda dari sebelumnya, yaitu anggota Polri yang gagal ditetapkan sebagai calon kepala daerah tidak bisa kembali ke institusi Polri.

Menurut Titi, meski akan diposisikan pada jabatan non-struktural, yang bersangkutan akan kembali menjadi anggota Polri.

“Prinsipnya begini, walaupun dia non-job, yang namanya perseil Polri, ya personel Polri,” kata Titi saat ditemui di Gedung Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) Jakarta, Selasa (16/1/2018).

Titi mengatakan, selama berstatus sebagai personel Polri, maka orang itu terikat pada komitmen netralitas, profesionalisme, dan kemandirian dari politik praktis.

“Meski bukan di jabatan struktural, tetapi posisi dia sebagai personel aktif membawa konsekuensi langsung, yaitu mereka tidak boleh pernah berpolitik praktis,” ujar Titi.

“Jadi tidak ada toleransi, mau struktural, mau fungsional, kapasitas personel aktif melarang mereka untuk berpolitik praktis,” kata dia.

Berita terkait: Pernyataan Tito Karnavian Bolehkan Anak Buahnya Kembali Setelah Gagal Pilkada Dinilai Keliru

Larangan Polri terlibat dalam politik praktis diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolitian Negara Republik Indonesia.

Pasal 28 (1) berbunyi, “Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis”.

Lebih lanjut, Titi mengatakan, personel Polri yang mendaftar sebagai calon kepala daerah berarti sudah terlibat dalam politik praktis.

Memberikan kesempatan kembali kepada mereka yang gagal ditetapkan sebagai peserta Pilkada, menurut Titi, hanya akan mengkhianati netralitas dan profesionalisme Polri dalam penyelenggaraan pilkada dan pemilu.

“Dan ini akan membuka celah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan. Dikhawatirkan mereka akan menggunakan kekuasaan dan jabatan yang ada padanya untuk membalas dendam-dendam politik atas kegagalannya sebagai peserta pilkada,” kata Titi.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2018/01/16/21572801/mau-pejabat-struktural-mau-fungsional-polisi-dilarang-berpolitik-praktis