• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -‎ Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni mengungkapkan isu mahar politik tidak hanya terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 saja.

Menurutnya, isu mahar politik sudah terdengar sejak pelaksanaaan Pemilu 2015 lalu.

“Mahar politik bukan isu baru. 2015, ada pengakuan dari Sebastian Salang gagal maju Pilkada di Manggarai Timur. Karena kurang satu kursi untuk menggenapi 20 persen harus setor sejumlah uang,” kata Titi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (17/1/2018).

Titi menuturkan, ‎selain Sebastian Salang, pada tahun yang sama calon Bupati Simalungun ‎dimintai uang hingga Rp 500 juta untuk membeli satu kursi guna menjadi kepala daerah.

Berita terkait: Perludem: Sanksi Mahar Politik Sangat Serius

Dikatakannya, kasus tersebut tidak berkembang dan mandeg.

“Waktu itu Bawaslu biang tidak punya instrumen hukum untuk menindaklanjuti laporan. Tapi itu sudah mengemuka di publik,” tuturnya.

Menurutnya, isu mahar politik ‎selama ini hanya mengemuka di publik saja dan tidak dapat dibuktikan dengan valid.

Dikatakannya, isu mahar politik hanya menjadi perbincangan di ranah publik dan umumnya tidak ada tindak lanjut.

“‎Tidak heran kalau orang mengatakan mahar politik itu seperti kentut, yang bau busuknya kemana-mana tapi tidak ada yang mau mengaku,” tandasnya.

Sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/17/perludem-mahar-politik-seperti-kentut-bau-busuk-tapi-tak-ada-yang-mengaku