TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perkumpulan untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem) menilai perempuan pendaftar calon kepala daerah lebih didominasi kader partai, perempuan dengan jaringan kekerabatan, mantan anggota DPR/DPD/DPRD dan petahana.
Hal itulah menurut Direktur Perludem Titi Anggraini terekam dari 101 perempuan dari 1140 pendaftar bakal calon kepala daerah. Sebagaimana data pada infopemilu.kpu.go.id per Selasa (20/2/2018), dari 101 perempuan tersebut; 92 calon memenuhi syarat, 6 calon tidak memenuhi syarat, serta 3 calon belum ditetapkan.
“Empat hal ini konsisten mendominasi latar belakang perempuan calon kepala daerah dari pilkada ke pilkada,” ujar Titi kepada Tribunnews.com, Jumat (23/2/2018).
Hal ini menurut Titi, menunjukkan, pertama, partai masih saja pragmatis—berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal.
“Karena itu, peluang pencalonan perempuan tertutup oleh dominasi kekuatan modal dan elektabilitas yang mayoritas dimiliki oleh laki-laki,” jelas Titi.
Dalam konteks perempuan yang memiliki elektabilitas tinggi—misalnya perempuan berlatar belakang legislator—partai yang pragmatis menyandera upaya konsolidasi perempuan untuk maju memimpin pemerintahan.
Ia pun menjelaskan, perempuan berlatar belakang legislator (39 persen), misalnya, telah mengumpulkan kekuatan politik yang dimilikinya saat ia menjadi anggota legislatif.
Kemudian perempuan mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tempat dimana ia bertugas sebagai anggota legislatif.
Hal ini membuat perempuan mantan anggota legislatif mempunyai elektabilitas yang tinggi. Namun, partai tak melihat konsolidasi politik perempuan ini.
Partai yang pragmatis lebih melihat elektabilitas. Partai hanya memilih calon yang memiliki peluang besar untuk terpilih.
Kedua, partai tak punya suplai kader perempuan memadai. Kecenderungan ini terjadi karena partai tak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka.
Kaderisasi untuk mempersiapkan perempuan berkualitas dan mempunyai elektabilitas tinggi juga tak berjalan baik.
Bergabung dengan partai adalah jalan “antara” yang ditempuh perempuan untuk menuju kuasa pemerintah daerah. Perempuan membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri, meraih dukungan elit politik, dan merebut kepercayaan pemilih daerah.
Perempuan tak mengambil jalan langsung, ia mesti masuk partai untuk meraih dukungan elit politik dan menduduki jabatan strategis seperti anggota DPR atau DPRD untuk meraih dukungan pemilih.
“Dua faktor di atas menunjukkan tingkat partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik bisa ditingkatkan apabila kita bisa mengubah paradigma dan perilaku partai jadi lebih terbuka terhadap kelompok perempuan,” paparnya.
Untuk itu partai dituntut untuk tidak lagi mencalonkan perempuan dengan hanya mempertimbangkan elektabilitas tinggi tetapi mulai mencalonkan perempuan yang berkualitas.
Partai memiliki pekerjaan rumah untuk mempertemukan signifikansi kehadiran perempuan dengan makin membaiknya integritas dan kualitas.
Kualitas perempuan bisa ditingkatkan dengan upaya mendorong perempuan untuk hadir dalam struktur pengurus harian serta terlibat dalam setiap perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan internal partai.
Tercatat 101 perempuan dari 1140 pendaftar bakal calon kepala daerah. Sebagaimana data pada infopemilu.kpu.go.id per Selasa (20/2/2018), dari 101 perempuan tersebut; 92 calon memenuhi syarat, 6 calon tidak memenuhi syarat, serta 3 calon belum ditetapkan.
Angka ini meningkat, meski tak signifikan, jika dibandingkan dengan partisipasi perempuan yang hanya mencapai 7,47 persen di Pilkada 2015 dan 7,17 persen di Pilkada 2017.
Di Pilkada 2015, sebanyak 123 perempuan dari 1646 yang memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah. Sementara di Pilkada 2017, ada 48 perempuan dari 670 pendaftar bakal calon kepala daerah.
Perempuan-perempuan ini mendaftar di 78 (45,61 persen) daerah yang menggelar Pilkada Serentak 2018. Mereka tersebar di tujuh provinsi, 26 kota, dan 45 kabupaten.
Lebih lanjut tercatat 49 perempuan mendaftar menjadi calon kepala daerah (8,60 persen).
Adapun dua orang perempuan mendaftar jadi calon gubernur adalah Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur dan Karolin Margret Natasa di Kalimantan Barat.
Sementara 31 orang mendaftar jadi calon bupati dan 16 orang mendaftar sebagai calon wali kota.
Sedangkan 52 perempuan mendaftar menjadi calon wakil kepala daerah (9,12 persen).
Adapun lima orang perempuan mencalonkan diri jadi wakil gubernur, Ida Fauziyah di Jawa Tengah, Puti Guntur Soekarno di Jawa Timur, Chusnunia di Lampung, Sitti Rohmi Djalilah di Nusa Tenggara Barat, serta Emelia Julia Nomleni di Nusa Tenggara Timur.
28 orang mencalonkan diri jadi wakil bupati dan 18 orang mencalonkan diri jadi wakil wali kota. (*)