TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Garut menjadi tamparan keras bagi KPU dan Bawaslu.
“Ini tamparan keras bagi KPU dan Bawaslu,” kata Direktur Perkumpulan untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini kepada Tribunnews.com, Minggu (25/2/2018).
Menurut Titi, peristiwa tersebut menjadi tamparan keras bagi penyelenggara Pemilu di tengah maraknya deklarasi tolak politik uang oleh Bawaslu beserta jajarannya secara serentak di seluruh Indonesia.
“Saatnya penyelenggara pemilu juga menengok ke dalam institusinya secara lebih serius,” kata Titi.
Selain itu, OTT yang dilakukan unit Anti Politik uang Polri menjadi peringatan keras terhadap proses seleksi penyelenggara pemilu yang sedang berlangsung saat ini.
“Bahwa referensi dan preferensi tanpa kompetensi dan independensi hanya hasilkan mudharat,” katanya.
Selain itu kejadian ini menjadi peneguh bahwa pengawasan publik dan penegakan hukum tidak boleh kendor.
Di tengah proses seleksi penyelenggara Pemilu yang sedang dilaksanakan KPU dan Bawaslu, Perludem pun mengingatkan, penyelenggara pemilu bukan lembaga titipan bagi orang-orang bermasalah.
Ia pun menilai KPU dan Bawaslu harus membuat sistem pengendalian internal yang bisa mencegah manipualsi dan kecurangan oleh jajarannya.
Selain tranparansi dan keterbukaan harus jadi kultur dalam tata kelola organisasi KPU dan Bawaslu.
“Bagi sobat penyelenggara pemilu tetap semangat, tetap solid. Ini ujian untuk memperkokoh kredibilitas dan eksistensi lembaga,” katanya.
Sebagai informasi Polisi menahan seorang warga berinisial Dd bersamaan dengan penangkapan komisioner KPU berinisial As dan Ketua Panwaslu Garut berinisial Hhb, Sabtu (24/2/2018).
“Kami juga menahan seseorang berinisial Dd. Dia diduga sebagai pemberi suap,” ujar Direktur Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Umar Surya Fana via ponselnya, Minggu (25/2/2018).
Hingga saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan terhadap ketiganya.
Sementara itu, komisioner dan ketua Panwaslu Garut diduga menerima uang hasil tindak pidana korupsi.
“Keduanya tidak bisa mempertanggungjawabkan darimana uang yang mereka terima berasal. Dugaan tindak pidana korupsi,” kata Umar.
Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 11 dan atau 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan 5 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pasal 11 dan 12 mengatur soal pemberian suap dan gratifikasi pada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara.
“Penyidik menyita satu unit kendaraan Daihatsu Sigra dengan nomor polisi Z 1784 DY dari tangan Ketua KPU Garut dan buku rekening serta bukti transfer Rp 10 juta ke Hhb,” ujar Umar.