• Post author:
  • Post published:February 27, 2018
  • Post category:Berita
  • Reading time:4 mins read

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melakukan pengawasan terutama kepada champion-champion di institusi penyelenggara untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran—terlebih korupsi—kepada aparat penegak hukum.

Hal ini menurut Direktur Perkumpulan untuk Permilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, untuk mencegah terjadinya peristiwa yang sama seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT) Ketua Panwaslu dan anggota KPU Garut.

Selain juga imbuhnya, demi menjamin integritas proses pilkada dan mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga penyelenggara pemilu.

“Tidak hanya terkait dengan kelembagaan penyelenggara pemilu, namun masyarakat penting juga mengawasi calon kepala daerah dan tim suksesnya, partai politik pendukung kepala daerah, serta setiap pihak yang berkepentingan dengan pilkada,” ujar Titi kepada Tribunnews.com, Senin (26/2/2018).

Karena menurut dia, tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat, kejahatan pemilu sulit untuk diungkap dan akan berdampak buruk terhadap demokrasi elektoral di negeri ini.

Selain itu demi menjamin integritas proses pilkada dan mengembalikan kepercayaan publik, maka pihak kepolisian harus mendalami dan menelusuri kasus ini lebih jauh.

“Selain pihak yang disuap, kepolisian juga penting untuk mengungkap segera pihak yang memberi suap,” jelasnya.

Guna menghindari semakin terdegradasinya proses tahapan pilkada yang tengah berlangsung di Garut, penting dilakukan pemurnian kembali dengan memeriksa anggota KPU Garut dan Panwaslu Garut secara keseluruhan.

Karena hal ini berkaitan dengan pengambilan keputusan atas pencalonan yang dilakukan secara kolektif. Namun, proses pemeriksaan harus tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

KPU RI dan Bawaslu RI juga menurut Perludem harus memberikan dukungan dan kerjasama yang memadai kepada pihak penegak hukum sehingga kasus ini dapat terungkap secara terang dan jelas.
Dengan menunjukkan dukungan dan sikap perlawanan terhadap perilaku koruptif di lingkungannya, KPU RI dan Bawaslu RI dapat menyelamatkan proses pilkada secara keseluruhan.

“Penting juga bagi KPU RI dan Bawaslu RI untuk mendampingi dan memberikan back up yang cukup untuk memastikan agar tahapan pilkada di Garut tetap berjalan sebagaimana yang telah direncanakan,” ucapnya.

Ia juga memberikan catatan, KPU dan Bawaslu mesti segera menyiapkan sistem pengendalian internal lembaga yang terintegrasi antartingkatan untuk mencegah, mendeteksi dini, dan mengeliminir terjadinya kecurangan, manipulasi, dan kejahatan oleh jajaran penyelenggara pemilu.

Ia menjelaskan, saat ini demokrasi Indonesia berada dalam kondisi yang sangat baik, baik di tataran regional Asia maupun di tataran global.

Berdasarkan Global State of Democracy (GSoD) yang dikeluarkan oleh International IDEA, indeks demokrasi Indonesia berada di atas rata-rata dunia. Salah satunya terkait dengan penilaian pada aspek Clean Election yang cukup tinggi, yaitu 0,73 poin di atas rata-rata regional (0,51 poin) dan di atas rata-rata global (0,59 poin).

Kasus yang menimpa oknum penyelenggara pemilu di Kabupaten Garut dapat menurunkan citra baik pemilu Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, kasus ini tidak dapat dipandang sebelah mata karena mengancam kesehatan demokrasi kita.

“Kasus ini harus diungkap dan pelakunya ditindak tegas!” katanya.

Sebagai informasi Polisi menahan seorang warga berinisial Dd bersamaan dengan penangkapan komisioner KPU berinisial As dan Ketua Panwaslu Garut berinisial Hhb pada Sabtu (24/2/2018).

“Kami juga menahan seseorang berinisial Dd. Dia diduga sebagai pemberi suap,” ujar ujar Direktur Kriminal Umum Polda‎ Jabar Kombes Umar Surya Fana via ponselnya, Minggu (25/2/2018).

Hingga saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan pada ketiganya.

Sementara itu, ihwal komisioner dan ketua panwaslu, keduanya diduga menerima uang hasil tindak pidana korupsi.

“Keduanya tidak bisa mempertanggungjawabkan darimana uang yang mereka terima berasal. Dugaan tindak pidana k‎orupsi,” kata Umar.

‎Polisi menerapkan Pasal 11 dan atau 12 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan 5 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pasal 11 dan 12 mengatur soal pemberian suap dan gratifikasi pada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara.

Sedangkan ‎Pasal 3 UU TPPU menyebut soal tindak pidana menyembunyikan dan menyamakan asal-usul harta kekayaan dan Pasal 5 mengatur pihak-pihak yang menerima materi bersumber dari hasil tindak pidana.

“Penyidik menyita satu unit kendaraan Daihatsu Sigra dengan nomor polisi Z 1784 DY dari tangan Ketua KPU Garut dan buku rekening serta bukti transfer Rp 10 juta ke Hhb,” ujar Umar.(*)

Sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2018/02/26/masyarakat-diminta-awasi-penyelenggara-pemilu-yang-lakukan-korupsi