JAKARTA,KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini mengatakan, politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA berpotensi kembali terjadi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2018.
Menurut Titi, hal ini disebabkan para pemilih lebih mementingkan faktor emosional ketimbang logika.
“Kita sekarang berada di post-truth era, artinya lebih mementingkan faktor emosional daripada fakta-fakta. Faktor emosional lebih mempengaruhi,” kata Titi di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, Senin (7/4/2018).
Titi menjelaskan, jika pemilih dominan menggunakan emosinya saat menentukan pilihan, maka informasi yang tidak jelas dapat dipercaya begitu saja tanpa membuktikan kebenarannya.
“Karena termakan informasi yang notabene itu hoaks, berita bohong, palsu. Tetapi itu menyentuh emosi mereka,” tutur Titi.
Menurut Titi, isu SARA itu telah digunakan oleh kelompok dan pihak yang berkepentingan secara langsung atau tidak langsung dalam kontestasi Pilkada Serentak 2017. Salah satunya adalah Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebab, Titi menyatakan, isu SARA dinilai lebih efektif dalam memengaruhi calon pemilih.