JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, reformasi partai politik sampai dengan 20 tahun reformasi Indonesia saat ini tidak berjalan.
“Sejak Reformasi 1998, undang-undang parpol sudah direvisi empat kali. Sayangnya, makin lama direvisi, parpol di Indonesia malah menjadi lebih buruk,” kata Fadli di D’ Hotel, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Apalagi, kata Fadli, dari awal direvisi pada tahun 2002 hingga 2011 lalu, syarat pembentukan parpol semakin berat.
“UU Nomor 2 Tahun 1999 yang dibuat untuk Pemilu 1999 merupakan undang-undang parpol yang paling demokratis,” kata dia.
Dalam UU tersebut kata Fadli, cukup dengan 50 orang partai politik bisa dibentuk dan bahkan bisa ikut pemilu.
“Syarat pembentukan parpol itu pun membuat Indonesia punya ragam parpol yang mewakili masyarakat, bahkan tak sedikit yang kuat mewakili ideologi,” terang dia.
Saat ini, kata Fadli, sistem multipartai dengan koalisi parpol yang cair tanpa ideologi atau representasi kelompok membuat sistem presidensial tak efektif.
Akibatnya, pemerintahan terbelah dan selalu diselesaikan dengan pembagian jabatan politik serta proyek pembangunan kepada parpol parlemen.
Padahal, kata Fadli, parpol merupakan personalisasi sosok tunggal kepemimpinan sekaligus kepemilikan.
“Oleh sebab itu, salah satu langkah untuk mewujudkan perbaikan di hulu hingga hilir persoalan di Indonesia mesti dimulai dengan memperbaiki institusi parpol kita,” kata dia.
Ada dua aspek utama yang mesti segera dibenahi. Pertama, parpol mesti memiliki sumber dana yang jelas, transparan, dan akuntabel.
Kedua, parpol mesti membangun sistem demokrasi internal yang adil dalam proses pencalonan di setiap event pemilu.