• Post author:
  • Post published:July 5, 2018
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read
JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Fadli Ramadhanil menilai bahwa peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) tetap sah digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pemilu meski tidak diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut dia, segala pertanggungjawaban penggunaan PKPU itu, baik dari segi formil dan materiil, KPU yang akan menanggung, bukan pihak atau lembaga lain.
“Organ yang paling berwenang untuk menetapkan PKPU kan memang KPU, lembaga yang paling bertanggung jawab secara formil dan materiil atas peraturan itu,” kata Fadli saat ditemui di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
“Seperti peraturan Mahkamah Konstitusi, kan ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Peraturan Menteri Dalam Negeri, kan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri,” ujar Fadli.
Fadli mengatakan bahwa KPU tetap dapat menggunakan PKPU mengenai pencalonan anggota DPR dan DPRD meski Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak untuk mengundangkan.
Menurut Fadli, pelaksanaan pemilu tetap harus diprioritaskan daripada menunggu PKPU diundangkan sesuai kemauan Kemenkumham.
Lebih lanjut, kata Fadli, pengundangan PKPU hanya sebatas mekanisme administratif untuk dicatatkan dalam lembaran negara.
“Kemenkumham itu tidak memiliki kewenangan untuk tidak mengundangkan sebuah peraturan, karena perundangan adalah proses administrasi saja,” kata dia.
“Untuk mencatatkan ke lembaran negara dan mengumumkan ke berita negara tidak ada aturan jika tidak mengundangkan itu tidak sah,” Fadli menambahkan.
Selain itu, kata Fadli, apabila ada pihak yang keberatan atas peraturan KPU tersebut, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh, yakni melalui permohonan uji materi di Mahkamah Agung (MA).
“Kalau ada yang keberatan challange saja ke Mahkamah Agung,” ujar Fadli.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly sendiri bersikeras bahwa PKPU itu tak bisa diundangkan lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Khusus dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Meski demikian, Yasonna mengaku belum mengetahui detail terkait kebijakan KPU yang memberlakukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu dan akan segera mempelajari aturan terkait penyelenggaraan pemilu tersebut.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/07/04/09202071/perludem-anggap-kpu-tetap-sah-gunakan-pkpu-pencalonan.