• Post author:
  • Post published:July 18, 2018
  • Post category:Siaran Pers
  • Reading time:5 mins read

SIARAN PERS, Rabu 18 Juli 2018

SIDANG PERBAIKAN PERMOHONAN Ke-2 UJI MATERI UU PEMILU

(AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN)

Sebagaimana dipahami, 12 (Dua belas) Pemohon uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang terkait konstitusionalitas syarat ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) adalah:

  1. Busyro Muqoddas (mantan Ketua KPK dan Ketua KY)
  2. Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan)
  3. Faisal Basri (Akademisi)
  4. Hadar N. Gumay (mantan Pimpinan KPU)
  5. Bambang Widjojanto (mantan Pimpinan KPK)
  6. Rocky Gerung (Akademisi)
  7. Robertus Robet (Akademisi)
  8. Feri Amsari (Direktur Pusako Universitas Andalas)
  9. Angga Dwimas Sasongko (Profesional/Sutradara Film)
  10. Dahnil Anzar Simanjuntak (Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah)
  11. Titi Anggraini (Direktur Perludem)
  12. Hasan Yahya (Profesional)

Pada siaran pers hari ini Para Pemohon menyatakan:

  1. Pada hari ini para pemohon dan kuasa hukum menghadiri sidang perbaikan permohonan yang kedua, setelah dokumen perbaikan permohonannya kami sampaikan pada hari senin, tanggal 9 Juli 2018, lebih cepat 7 hari dari deadline yang diberikan Mahkamah Konstitusi, yaitu 16 Juli 2018, pukul 10.00 WIB.
  2. Terkait perbaikan permohonan, sesuai saran Majelis Hakim, Para Pemohon telah melakukan perbaikan-perbaikan sebagai berikut:

a. Perbaikan legal standing Para Pemohon, yaitu pemohon Dahnil Anzar Simanjuntak dan Titi Anggraini, dengan mengacu pada Anggaran Dasar organisasi pemohon. Selain itu, dikuatkan pula kerugian konstitusional Para Pemohon, di samping ditegaskan bahwa legal standing beberapa Pemohon sudah pernah diterima pada perkara pengujian presidential threshold sebelumnya, sehingga selayaknya Mahkamah juga menerima legal standing Para Pemohon dalam perkara a quo

b. Untuk menguatkan alasan pengujian yang berbeda, dilakukan penambahan pasal batu uji materi, sehingga seluruh batu uji menjadi sebagai berikut: Pasal 6 Ayat (1), Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (1), Pasal 6A Ayat (2), Pasal 6A Ayat (3), Pasal 6A ayat (4), Pasal 6A ayat (5), Pasal 22E Ayat (1), Pasal 22E Ayat (2), Pasal 22E Ayat (6), dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

c. Terkait dengan penguatan alasan berbeda dan penambahan batu uji tersebut, maka ada penambahan 1 (satu) argumentasi berbeda, sehingga seluruh argumentasi permohonan berjumlah 10 (sepuluh) poin, yaitu: “Pasal 222 UU 7/2017 menambahkan syarat ambang batas pencalonan yang berpotensi menghilangkan potensi lahirnya pasangan capres dan cawapres alternatif, yang sebenarnya telah diantisipasi dengan sangat lengkap bahkan melalui sistem pilpres dua putaran Atau Two Round/Run Off System, satu sistem pemilihan yang terbuka untuk pasangan calon yang bisa banyak, sehingga frasa 222 a quo bertentangan dengan Pasal 6A ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945.”

d. Penambahan frasa calon wakil presiden, di samping calon presiden, pada setiap argumentasi permohonan;

e. Perubahan petitum putusan dari sebelumnya meminta pembatalan seluruh pasal 222 UU Pemilu, menjadi hanya pembatalan frasa “yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

f. Perubahan posisi petitum provisi “pemberlakuan putusan berlaku efektif sejak putusan dibacakan dan berlaku sejak Pemilihan Presiden 2019” menjadi petitum pokok perkara.

  1. Perbaikan permohonan yang jauh lebih cepat dari tenggat waktu yang diberikan tersebut dilakukan sebagai bentuk konsistensi atas permintaan kami agar perkara ini diproses dan diputus dengan cepat. Tetapi nampaknya, Mahkamah Konstitusi belum mengambil kebijakan prosedur percepatan tersebut, dan belum memprioritaskan penanganan perkara permohonan ini. Padahal berdasarkan Peraturan MK Nomor 7 tahun 2017, kita semua paham bahwa Mahkamah akan disibukkan dengan jadwal persidangan perkara sengketa Pilkada yang segera dimulai, yaitu pada tanggal 26 Juli 2018.
  2. Kami tetap berharap dan masih tetap optimis bahwa dengan kebijakannya Mahkamah Konstitusi akan menjadikan perkara ini sebagai prioritas untuk diperiksa dan diputuskan. Sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya, ada beberapa contoh putusan MK yang diproses dengan cepat dan juga terkait pemilu adalah putusan terkait syarat capres di tahun 2004 dan KTP sebagai alat verifikasi pemilih di tahun 2009. Di tahun 2004, soal syarat capres pernah diuji oleh Presiden Keempat Abdurahman Wahid. Permohonan didaftarkan pada tanggal 19 April dan diputuskan 23 April 2004. MK hanya butuh waktu 5 (lima) hari untuk memutuskannya. Selanjutnya, putusan soal soal KTP menjadi alat verifikasi pemilih dimohonkan oleh Refly Harun yang terdaftar pada 24 Juni dan diputus 6 Juli 2009. Mahkamah hanya membutuhkan waktu 12 (dua belas) hari untuk memutuskan. Bahkan, putusan itu dikeluarkan dua hari menjelang pilpres, yang sama sekali tidak menjadi masalah bagi pelaksanan pemilu, tetapi justru menjadi bagian penting dari solusi untuk menyelamatkan hak pemilih dan kualitas Pilpres 2009.
  3. Para Pemohon dan Kuasa Hukum optimis bahwa Mahkamah Konstitusi akan bersikap bijak untuk memutus perkara ini sebelum tahapan pendaftaran bakal capres 2019 yang dijadwalkan pada tanggal 4-10 Agustus 2018. Kami juga optimis bahwa Mahkamah akan mengabulkan dan memperlakukan pembatalan Pasal 222 UU 7/2017 terkait presidential threshold untuk Pilpres 2019, dengan demikian menjamin dan melindungi hak konstitusional Para Pemohon dan seluruh rakyat Indonesia agar tidak dirugikan, misalnya dengan mengabulkan permohonan, tetapi putusan setelah habisnya masa pendaftaran capres selesai, ataupun mengabulkan, tetapi tidak memberlakukannya pada Pilpres 2019.

 

Jakarta, 18 Juli 2018

Atas Nama Para Pemohon                                                   Kuasa Hukum Para Pemohon/INTEGRITY

Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Haris Azhar, S.H.,M.A.

Abdul Qodir, S.H.,M.A.

Harimuddin, S.H.

Zamrony, S.H., M.Kn.