TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bawaslu RI diminta menelusuri upaya Sandiaga Uno memberikan uang senilai Rp 500 M kepada PAN dan PKS terkait pencalonan presiden/wakil presiden di Pilpres 2019.
Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief menuding itu, karena merasa jengkel atas sikap Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang cenderung memilih Sandiaga Uno sebagai cawapres.
“Ketika sudah ada sinyalir terbuka di ruang publik soal pemberian imbalan ini, Bawaslu musti bergerak cepat dan proaktif menelusuri dan menindaklanjuti,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, Kamis (9/8/2018).
Menurut dia, kerja cepat Bawaslu diperlukan untuk menjaga kepercayaan pada penyelenggaraan pemilu 2019. Sebab, kalau kredibilitas diragukan masyarakat, makabisa berakibat menurun animo pada pelaksanaan pemilu.
“Isu ini sangat menciderai kredibilitas serta marwah pemilu dan demokrasi,” kata dia.
Dia menegaskan, partai politik dilarang memberikan imbalan dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden. Hal ini diatur dalam Pasal 228 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Apabila terbukti, kata dia, sanksinya adalah Partai Politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya.
Dia menjelaskan, di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diatur sanksi pidana terkait mahar dalam proses pencalonan capres dan cawapres. Namun, dia berharap progresivitas Bawaslu diperlukan untuk melakukan upaya maksimal dalam penegakan hukum.
Caranya, kata Titi, mengoptimalisasi seluruh peraturan perudang-undangan terkait, termasuk ketentuan pidana umum dalam KUHP berkaitan dengan suap.
“Praktik suap dalam KUHP kita juga tindak pidana yang dilarang baik bagi pemberi maupun penerima, apalagi kalau melibatkan para penyelenggara negara, bisa dikategorisasi sebagai tindak pidana korupsi,” tambahnya.