• Post author:
  • Post published:September 1, 2018
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menuturkan Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus melakukan cara lain untuk melindungi hak pilih warga Papua yang belum punya KTP-elektronik (KTP-el). Cara tersebut harus disesuaikan dengan kultur masyarakat Papua.

“Pemerintah harus punya upaya yang bisa menyesuaikan dengan masyarakat Papuanya untuk kemudian mau direkam agar menjadi pemilih,” kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (30/8).

Menurut Fadli, persoalan yang terjadi di Papua ini memang sudah lama terjadi dan telah disampaikan oleh Pemeritah terkait beberapa kendala yang dialami. Ada tantangan tersendiri yang harus dilakukan supaya warga Papua mau direkam data dirinya agar mendapat KTP-el.

“Misalnya soal keyakinan berdasarkan tradisi, budaya, dan alasan-alasan lainnya, serta soal adanya masyarakat yang tidak mau direkam. Ini memang persoalan lama yang juga sudah disampaikan oleh pemerintah,” ujar dia.

Fadli menambahkan, syarat agar terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) memang harus punya KTP-el. Namun, jika warga di suatu daerah tidak dimungkinkan merekam KTP-el, maka seharusnya bisa dilakukan dengan cara lain, yakni melalui proses pemutakhiran data pemilih.

“Karena kalau memang orangnya ditemukan ada di lapangan, dan belum punya KTP-el, tapi dia betul-betul berdomisili di daerah itu, mau diapakan, masa dicoret dari daftar pemilih? Esensi pemutakhiran ya di situ. Mencocokkan penelitian itu,” ungkap dia.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengimbau masyarakat untuk segera mendaftarkan diri di kantor pemerintah setempat untuk mengurus KT-el. Apa pun alasannya, tanpa kepemilikan KTP-el, masyarakat tidak bisa mencoblos pada hari Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

“Sekarang yang menjadi persoalan adalah bawah masyarakat harus mulai mendaftar. KTP elektronik itu satu-satunya barang yang bisa buat orang ikut pemilu,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/8).

Ia menjelaskan, hingga saat ini belum ada alternatif yang dibuat bagi masyarakat yang tak memiliki KTP-el. Sebab, KPU mengacu kepada Undang-Undang Pemilihan Umum  Nomor 7 Tahun 2017. Menurut Ilham, seandainya pada hari pemilihan ada pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dia tetap bisa memilih dengan syarat ada KTP-el.

“Dia nanti masuk dalam kategori pemilih khusus karena tidak terdaftar di DPT. Tapi ya itu, syarat utama KTP-el. Ya, mau bagaimana undang-undang mengatur begitu,” katanya menegaskan.

Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, fungsi KTP-el untuk memastikan bahwa pemilih yang bersangkutan benar-benar ada. Berkaca dari persoalan Pemilu 2014, isu manipulasi pemilih dan pemilih fiktif santer diperdebatkan. KPU menginginkan persoalan tersebut tidak terulang demi terselenggaranya Pemilu 2019 yang tertib.

Sementara ini, ia melanjutkan, KPU masih melakukan pendataan DPT secara intensif. Validitas data menjadi komitmen KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Viryan menjelaskan, proses pengumpulan DPT bersumber dari dua referensi.

Pertama, basis data DPT Pemilu sebelumnya dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang disodorkan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya dua data tersebut diolah dan didatangi secara door to door oleh Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) yang bernaung dibawah KPU. Pascapengecekan satu per satu, data kemudian di proses hingga akhirnya menjadi DPT.

Hingga Kamis (30/8) total DTP di seluruh Indonesia sebanyak 185.773.200 pemilih. Jumlah pemilih itu tersebar di 804.239 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Viryan mengatakan, jumlah itu masih bisa berubah karena belum final. Rekapitulasi nasional DPT akan dilakukan pada tanggal 4-6 Septemebr 2018.

Sumber: https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/08/30/pe9ntv409-tak-punya-ktpel-tak-bisa-ikut-pemilu-ini-saran-perludem