TEMPO.CO, Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai informasi bohong alias hoax dapat mendelegitimasi Pemilu hingga membuat menjadi tidak sah. Sebab, hoax membuat keputusan masyarakat memilih satu calon didasarkan pada informasi yang salah.
“Kalau pemilihnya membuat keputusan didasari informasi yang tidak bebas dan tidak jujur, maka kebebasan pilihan itu telah dimanipulasi oleh informasi yang salah,” kata Ketua Perludem, Titi Anggraini di Cikini, Jakarta, Sabtu, 22 September 2018.
Titi menjelaskan asas pemilu adalah bebas, jujur dan adil. Ketiga asas itu berkaitan dengan kebebasan pemilih dalam mengambil keputusan memilihnya. Kebebasan dalam memilih hanya bisa tercapai bila pemilih mendasarkan pilihannya atas informasi yang benar, bukan bohong. “Cara kita bebas memilih itu harus diikuti oleh penerimaan informasi yang jujur dan benar,” kata dia.
Titi mencontohkan isu kebebasan memilih dapat mengguncang legitimasi pemilu di Amerika. Dia mengatakan legitimasi kemenangan Donald Trump dalam Pemilu di Amerika dipertanyakan karena dugaan keterlibatan Cambridge Analityca yang mencuri data pengguna Facebook untuk kepentingan kampanye. “Itu sampai sekarang masih dipertanyakan,” kata dia.
Meski begitu, dia menilai tren penyebaran hoax dan ujaran kebencian di media sosial menjelang Pilpres 2019 menurun. Dalam pilpres 2014, kata Titi, penyebaran hoax sudah terjadi bahkan sebelum rangkaian pilpres digelar. Dia mengapresiasi kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang sama-sama menginginkan Indonesia maju.