Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap kepala daerah. Setelah Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, KPK juga beberapa hari lalu menangkap Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai banyaknya kepala daerah yang melakukan korupsi karena rekrutmen kepala daerah oleh parpol masih menggunakan mahar.
“Maraknya korupsi di sejumlah kepala daerah bukan kontribusi dari faktor tunggal. Namun, banyak faktor yang kontribusi, mulai paling pertama rekrutmen menjadi kepala daerah masih menggunakan praktik-praktik mahar politik,” katanya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).
Lebih lanjut, ia menegaskan masyarakat tidak akan mendapat kepala daerah yang antikorupsi jika praktik mahar politik dan dana ilegal untuk mencalonkan diri masih terus terjadi.
“Kita tidak akan dapat kepala daerah yang antikorup kalau mereka hadir sebagai calon dengan dana ilegal (mahar politik) untuk dapat kursi dengan otomatis,” ucapnya.
Pasalnya, Titik menduga kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dikarenakan mereka bekerja bukan untuk rakyat tetapi untuk mengembalikan keuntungan, mengingat uang yang sudah dikeluarkan untuk duduk di kursi eksekutif sangatlah mahal.
Diketahui, dalam kurun satu bulan KPK menangkap dua kepala daerah yakni Bupati Bekasi dan Bupati Cirebon. Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima suap atas perizinan IMB proyek Meikarta.
Sementara Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra ditangkap atas dugaan menerima suap sebesar Rp 100 juta terkait jual beli jabatan di Pemkab Cirebon. Politisi PDIP itu juga diduga menerima gratifikasi dengan total Rp 6,4 miliar