• Post author:
  • Post category:Siaran Pers
  • Reading time:2 mins read

Polemik Pencalonan OSO: OSO Mesti Serahkan Surat Pengunduran Diri dan SK Pemberhentian Pengurus Partai

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Jakarta, 28 November 2018

 

Terkait dengan polemik pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) KPU mesti mengambil sikap yang konsisten dengan ketentuan hukum yang ada. Untuk tindaklanjut putusan MK, Putusan PTUN, dan Putusan MA, Kami mendorong agar KPU mengambil langkah sebagai berikut:

1) Sebagai tindaklanjut dari putusan MK, dan menyusul keluarnya putusan PTUN, KPU mesti segera menindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Oesman Sapta Odang agar menyerahkan surat pemberhentian sebagai pengurus partai politik,agar KPU bisa menentukan langkah yang tepat untuk tindaklanjut pencalonan yang bersangkutan;

2) KPU mesti memberikan batas waktu yang terukur kepada OSO, sebagai batas waktu akhir menyerahkan surat pemberhentian sebagai pengurus partai politik, untuk bisa diputuskan apakah yang bersangkutan bisa menjadi calon anggota DPD atau tidak;

3) Prinsip penting yang perlu diperhatikan oleh KPU sebelum menentukan sikap, bahwa putusan MK yang memutuskan bahwa pengurus partai politik tidak bisa menjadi calon anggota DPD adalah syarat calon anggota DPD, yang secara kumulatif mesti dipenuhi.

Artinya, sebelum menetapkan OSO menjadi calon, atau memasukkan OSO ke dalam daftar calon tetap, maka mesti dipastikan surat pemberhentian sebagai pengurus partai politik diserahkan ke KPU. Jika OSO tidak bisa memasukkan dan menyerahkan surat pemberhentian sebagai pengurus partai politik, maka KPU tidak bisa memasukkan OSO ke dalam DCT;

4) Jika OSO tidak menyerahkan pemberhentian sebagai pengurus partai politik, maka OSO tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD, tidak bisa masuk DCT, dan masuk kertas suara;

5) Sikap tegas KPU dalam menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi bahwa pengurus partai politik tidak bisa menjadi calon anggota DPD akan memberikan keyakinan pada publik bahwa Pemilu 2019 diselenggarakan berdasar supremasi konstitusi dengan KPU yang konsisten melaksanakan aturan main yang menjadi perintah Konstitusi dan Undang-Undang Pemilu. Demi tegaknya demokrasi konstitusional di Indonesia, untuk pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat; dan

6) KPU tidak boleh dan tidak bisa digugat secara hukum karena tindakannya yang konsisten menjalankan perintah Konstitusi. Karenanya, KPU harus percaya diri dan mantap dalam mengambil sikap tidak menerima pencalonan pengurus parpol sebagai calon anggota DPD.

Langkah ini perlu diambil secara tegas oleh KPU, agar ada kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilu, dan KPU bersikap adil kepada seluruh calon, dan mematuhi seluruh putusan peradilan.

Kontak:
Fadli Ramadhanil: 085272079894
Titi Anggraini : 0811822279