Jakarta – Pelaksanaan debat perdana Pilpres 2019 mendapat sederet evaluasi, dari proses pemilihan panelis hingga pemberian kisi-kisi pertanyaan ke pasangan calon. Evaluasi ini datang dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
“Catatan kita, ketika KPU kemudian memberikan kesempatan atau kemudian meminta kepada kedua pasangan calon presiden, siapa panelis yang mereka inginkan. Ini yang menjadi catatan sampai pada proses persiapan debat terjadi pergantian panelis di tengah jalan karena ada ketidaksetujuan dari masing-masing pasang calon presiden. Makanya ini menimbulkan kesan bahwa ada keragu-raguan dalam persiapan debat ini oleh KPU,” kata peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, dalam diskusi ‘Evaluasi dan Rekomendasi Debat Pilpres 2019’, di D’Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Minggu (20/1/2019).
Menurut Fadli, KPU tidak perlu menunggu persetujuan terkait siapa panelisnya. KPU hanya cukup meminta pertimbangan kepada kedua pasang calon atau tim suksesnya.
“Makanya ke depan penunjukan panelis, panel ahli, moderator, oleh KPU tidak perlu kemudian menunggu persetujuan calon. Kalau meminta pertimbangan itu tentu hal yang baik saja,” ujar Fadli.
Selanjutnya Fadli memberikan evaluasi mengenai tarik-ulur pemberian kisi-kisi dalam sebelum debat pilpres. Menurutnya, pemberian kisi-kisi menjauhkan penilaian masyarakat terhadap ke dalam dan sensitivitas kedua paslon.
“Kami menganggap ketika pertanyaan itu sudah diserahkan kepada pasangan calon ketika debat belum berlangsung, itu menjauhkan publik untuk menilai sejauh mana ke dalam dan sensitivitas pasangan calon terkait tema yang diperdebatkan,” ucap Fadli.
“Ke depannya tidak perlu lagi pemberian pertanyaan itu atau kisi-kisi kepada pasangan calon. Cukup berikan tema besarnya saja,” sambung Fadli.
Fadli juga mengkritik kehadiran 200 pendukung pasangan calon di arena debat. Menurutnya, cukup partai pendukung saja yang hadir, sedangkan pendukung paslon menonton lewat televisi.
Berikutnya, Fadli menyayangkan jawaban para pasangan calon dalam debat pertama dengan tema ‘Hukum, HAM, Terorisme, dan Korupsi’. Baginya, jawaban para pasangan calon tidak sesuai dengan konteks.
“Kedua pasangan calon justru tidak mampu menjawab konteks pertanyaan itu, dan justru lari ke mana-mana,” imbuh Fadli
Diskusi ini juga dihadiri Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah, dan Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Perubahan Agraria (KPA) Benni Wijaya.
Tanggapan KPU
Komisioner KPU Wahyu Setiawan, yang juga hadir dalam diskusi, memberikan tanggapan atas kritik yang diterima. Ia memastikan kisi-kisi tidak akan diberikan dalam debat selanjutnya.
“Jadi kita pastikan kisi-kisi tidak kita berikan pada debat kedua,” kata Wahyu.
Wahyu pun berharap masyarakat dapat membedakan kritik ke KPU dan penampilan para pasangan calon. Baginya, dua hal tersebut berbeda dan tidak bisa disamakan karena tidak adil.
“Ini yang dikritik KPU atau performa kedua paslon? Ini harus kita bedakan kritik. Jangan misalnya paslon performanya kurang oke, KPU yang disalahkan. Kan nggak adil gitu loh,” ujar Wahyu.
Selain itu, Wahyu menyinggung soal ‘sontekan’ yang dibawa pasangan calon kemudian banyak dibicarakan oleh masyarakat. Baginya, bisa saja itu bukan sontekan, melainkan catatan data.
“Janganlah dipersepsikan setiap catatan itu sontekan. Kalo menurut saya, cukup kisi-kisi itu tidak diberikan, tapi bisa saja paslon itu membawa catatan. Para pemimpin itu kan bicara harus berdasarkan data,” terangnya.
Wahyu pun membantah adanya tekanan dalam penentuan panelis. KPU dalam penentuan panelis karena memenuhi syarat dan tanpa tekanan.
“Kenapa panelisnya 6? Kita memutuskan 6 orang tidak yang lain, karena yang lain tidak memenuhi syarat, karena itu yang paling memenuhi syarat kita bukan karena tekanan,” ucap Wahyu.
Dalam diskusi itu pun disinggung soal format debat selanjutnya terkait debat cawapres. Wahyu menjelaskan, bila capres hadir di ruang debat tidak masalah, kesempatan bicaranya diatur.
“Kalau dua-duanya hadir kan nggak apa-apa, hadir loh. Yang kita atur, hak bicaranya” imbuh Wahyu.