Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berharap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan pemilih menggunakan surat keterangan (suket) saat mencoblos dapat berlaku transparan. Baik penyelenggara pemilu dan masyarakat dapat mengetahui secara pasti berapa banyak suket yang diterbitkan.
Direktur Eksekutif Purledem Titi Anggraini menjelaskan, transparansi untuk mengantisipasi adanya kecurangan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga masyarakat dapat mengawasi proses dari keluarnya putusan MK sampai pada hari pemungutan suara.
“Berapa suket yang dikeluarkan datanya seperti apa, tentu dengan menjaga data privacy warga ya, itu harus bisa diakses secara transparan, terbuka, dan akuntabel oleh KPU,Bawaslu dan peserta pemilu,” ujar Titi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 30 Maret 2019.
Ia meminta kepada petugas tempat pemungutan suara (TPS), seperti kelompok penyelengara pemungutan suara (KPPS), serta saksi-saksi TPS dapat mengawasi secara ketat. Pasalnya pemilih yang menggunakan suket hanya diperkenankan memilih berdasarkan domisili yang tertuang dalam suketnya.
“Karena jumlahnya kecil (TPS) 300 pemilih dan berbasis rukun tetangga, dan rukun warga itu saling mengenal dan mampu mengidentifikasi warga sekitar, jadi ini yang paling penting adalah fungsi mekanisme kontrol,” pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi menerima sebagian uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh Perludem. Hasilnya, pemilih tanpa KTP-el bisa memberikan hak pilihnya.
‘MK menimbang bahwa hak konstitusi warga negara untuk memilih dan dipilih dijamin konstitusi berdasarkan undang-undang maupun konvensi internasional. Untuk itu, ketiadaan KTP-el karena belum tercetak membuat masyarakat tidak bisa memilih bertolak belakang dengan hak tersebut,’
‘Maka pembatasan penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara,’ kata Hakim Anggota I Dewa Gede Palguna di gedung Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Maret 2019.
Dewa menambahkan, hak konstitusional tidak boleh dihambat apalagi dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administrasi apa pun. Itu, lanjutnya, sama saja dengan menahan hak masyarakat untuk memilih.
‘Mahkamah perlu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatur lebih lanjut teknis pelaksanaan penggunaan hak pilih bagi warna negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT,’ ujar Dewa.
Salah satu cara yang bisa mempermudah adalah dengan menunjukkan surat keterangan (suket) perekaman KTP-el. Itu, merupakan yang paling mudah.