REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menggelar uji coba rekapitulasi penghitungan suara secara elektronik atau e-rekap. Jelang penguji cobaannya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta KPU untuk segera mempersiapkan teknologi dan jangkauannya.
“Aa dua hal yang harus dijawab KPU terkait e-rekap ini. Pertama adalah pilihan teknologi yang akan digunakan, mau yang seperti apa. Kedua adalah daya jangkau e-rekap, apakah mau secara nasional atau parsial,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Ahad (1/12).
Ia menjelaskan, dua hal tersebut dapat berpengaruh pada implikasi hukum. Selain itu jika e-rekap sudah benar-benar diterapkan, KPU nantinya tak dapat berdalih jika ada kesalahan dalam hasil di dalamnya.
Sebab, ia menilai hal ini berbeda dengan Sistem Informasi Perhitungan (Situng) yang diterapkan pada pemilihan umum (2019). Di mana hasil yang berada dalam Situng sempat menimbulkan polemik, tetapi KPU beralasan bahwa rekapitulsi suara berasal dari penghitungan manual.
“Kalau sudah e-rekap kan tidak bisa begitu lagi argumennya, karena yang menjadi basis penetapan adalah yang elektronik itu,” ujar Titi.
Selain itu, ia berharap KPU memperhatikan dasar hukum penggunaan e-rekap. Menurutnya, hal itu tidak cukup hanya dapat diatur dalam Peraturan KPU (PKPU), melainkan perlu diatur dalam undang-undang.
“Karena sejauh mana peraturan KPU bisa mengikat ketaatan dari pihak pihak yang terdampak, paling dekat Bawaslu dan Parpol. Dia (e-rekap) akan lebih kokoh kalau dia ada di undang-undang Pilkada,” ujar Titi.
Sebelumnya, KPU akan menguji coba rekapitulasi hasil penghitungan secara elektronik atau e-rekap untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada awal tahun 2020. Uji coba dilakukan untuk memastikan kesiapan KPU menerapkan e-rekap pada pelaksanaan Pilkada 2020.
“Kita akan tentu melakukan simulasi, mungkin di tahun 2020 nanti, ya di awal tahun kita sudah akan bisa melakukan simulasi,” ujar Komisioner KPU RI Evi Novida Manik di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (30/11).