• Post author:
  • Post published:January 30, 2020
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi ( MK) yang menolak uji materi Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Uji materi tersebut menyoal tentang syarat “sudah pernah kawin” sebagai salah satu kondisi seseorang bisa mendapatkan hak pilih dalam Pilkada. Titi menilai, MK sangat konservatif karena menolak permohonan yang ia ajukan bersama Koalisi Perempuan Indonesia ini. “Kami tentu cukup menyayangkan bahwa MK menggunakan pendekatan yang bisa dikatakan sangat konservatif dan sederhana di dalam memaknai parameter kedewasaan warga negara,” kata Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020). Menurut Titi, alih-alih melihat permohonannya secara menyeluruh, MK justru menggunakan pendekatan yang sangat administratif dalam membuat putusan.

Dalil Pemohon yang menyebutkan bahwa syarat “sudah pernah kawin” akan menimbulkan ketidakadilan, dibantah oleh MK menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. MK memandang, “sudah pernah kawin” bukan satu-satunya syarat seseorang dapat dinyatakan mempunyai hak pilih dalam Pilkada. Ketentuan tersebut hanya alternatif dari diberlakukannya dua syarat lainnya, yaitu seseorang yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP elektronik. Sementara untuk mendapatkan e-KTP sendiri, dalam Pasal 63 Ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan, diatur bahwa salah satu syaratnya adalah telah atau pernah kawin. “Pendekatan yang sederhana dan konservstif ala MK bahwa kedewasaan adalah perkawinan ini semakin kemudian bisa mendorong permisifisme perkawinan usia anak,” ujar Titi. Tidak hanya itu, dalil Pemohon mengenai munculnya diskriminasi dari syarat “sudah pernah kawin” juga hanya dinilai MK dari aspek hak asasi manusia. Bahwa karena Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM tak mengatur status perkawinan, seolah syarat tersebut tak diskriminatif.

Padahal, terdapat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 atau Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi yang bisa digunakan, karena di dalamnya menyebutkan tentang bentuk diskriminasi dalam status perkawinan. Sejalan dengan Titi, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari menyayangkan MK yang memaknai kedewasaan seseorang dari status perkawinannya. Menurut Dian, dengan memberikan hak pilih kepada anak yang sudah pernah kawin, justru muncul beban politik yang sebenarnya belum sanggup dipikul oleh anak-anak sekalipun ia sudah pernah kawin. “Jadi mereka sudah dihadapkan pada beban untuk hidup mendadak menjadi orang dewasa, mengerjakan pekerjaan dan beban orang dewasa, mereka masih ditambah dengan beban politik untuk ikut memutuskan proses politik,” ujar Dian. Tidak hanya itu, Titi khawatir, tidak dihapusnya syarat “sudah pernah kawin” ini ke depan menjadi pintu masuk terjadinya politisasi terhadap anak.

Dikhawatirkan pula, putusan MK ini akan menjadi batu sandung yang menghalangi proses revisi Undang-Undang Pemilu di DPR. Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak membatalkan syarat “sudah pernah kawin” sebagai salah satu kondisi seseorang dapat dinyatakan sebagai pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Keputusan ini disampaikan Mahkamah melalui putusan atas uji materi terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, khususnya Pasal 1 Ayat 6. Pasal tersebut berbunyi, “pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan”. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Ketua Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020). Mahkamah berpandangan, gugatan yang dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia itu tidak beralasan menurut hukum.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Perludem Kecewa MK Menolak Hapus Syarat Kawin untuk Pemilih Pilkada”, https://nasional.kompas.com/read/2020/01/29/20262271/perludem-kecewa-mk-menolak-hapus-syarat-kawin-untuk-pemilih-pilkada?page=all.