• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan sistem pemilihan umum (pemilu) saat ini tidak efektif dan efisien. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini meminta DPR untuk mengkaji sistem pemilu serentak dipisah jadi dua tingkatan.

“Yang kami dorong adalah serentak (pemilu) eksekutif legislatif berbarengan, tapi dua layer. Dua tingkatan. Nasional dan daerah. Itu yang kami minta,” kata Titi dalam konferensi pers di Warunk Upnormal, Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).

Lebih lanjut Titi menjelaskan Perludem mendukung pemilu serentak namun menekankan pemilu tersebut dipisah menjadi 2 gelombang, yaitu menjadi pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah.

“Jadi yang kami minta itu pemungutan suaranya tetap serentak tapi dibagi dalam 2 pola. Pertama pemilu serentak nasional memilih DPR, Presiden, DPD. Dan 2 tahun setelahnya pemilu serentak nasional dilakukan itu, kita adakan pemilu serentak daerah memilih DPRD Provinsi dan Kepala Daerah Provinsi, lalu DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah Kabupaten/Kota,” jelas Titi.

Titi mengatakan sistem Pemilu 2019 yang berupa 5 surat suara tidak efektif dan efisien karena membuat pemilih kesulitan. Titi mencontohkan dengan adanya surat-surat suara yang tidak sah.

“Pemilu 5 suara terbukti membuat pemilih kesulitan memberikan suara. Datanya bisa dilihat ini. Tadi disampaikan suara tidak sah kita di pemilu lalu sangat tinggi, DPD 19 persen, DPR 11 persen. Menandakan apa? Pemilih kesulitan,” kata Titi.

Menurut Titi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 sejalan dengan rekomendasi Perludem tentang Pemilu Serentak Nasional dan Serentak Daerah. Dalam putusan tersebut MK memberikan 6 alternatif sistem pemilu yang dapat diterapkan di Indonesia.

Kemudian, menurut Titi, dalam putusan MK tersebut tidak boleh melaksanakan pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) secara terpisah. Titi mengatakan wacana dari partai beberapa politik yang ingin memisahkan Pileg dan Pilpres tidak dapat menjadi opsi bagi para pembuat undang-undang.

“Pemilu DPRD, DPD dan Presiden tidak boleh dilaksanakan terpisah. Misalnya ada PDIP, Golkar Demokrat, PAN yang mewacanakan ada pileg terpisah dengan Pilpres maka dengan putusan ini maka diskursus itu berakhir, bahwa memisahkan pemilu DPR, DPD, dan pemilu Presiden tidak bisa lagi jadi pilihan pembuat undang-undang,” ujar Titi.

Titi pun menegaskan opsi pemilu serentak nasional dan serentak daerah merupakan opsi yang sesuai dengan 6 opsi sistem pemilu dalam putusan MK tersebut. Dia meminta kepada DPR untuk menjadikan putusan tersebut sebagai arah dalam merevisi UU Pemilu.

“Pilihan yang sejalan dengan rambu-rambu yang digariskan MK ya sesungguhnya adalah pemilu serentak nasional dan daerah. Tapi rambu-rambu yang sudah diberikan MK itu mesti jadi pintu masuk yang dipegang oleh pembuat UU, DPR dan pemerintah yang saat ini sedang merevisi UU Pemilu. Jadi UU pemilu itu sudah mendapatkan fondasi baik tentang arah mereka harus membahas,” ujar Titi.

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4917108/perludem-dorong-dpr-pisahkan-pemilu-serentak-nasional-dan-daerah