Pandemi COVID-19 telah memberikan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada berbagai negara dan wilayah untuk menentukan terus berlangsung atau tidaknya pemilu. Apapun pilihannya, pasti menuai kontroversi.
Mencari keputusan yang tepat di antara kedua pilihan ini tidaklah mudah. Apakah pemenuhan kontrak sosial antara sebuah pemerintahan dengan rakyatnya perlu dilakukan dengan membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat? Atau apakah kekhawatiran akan diperburuknya pandemi akibat berkumpulnya pemilih lebih penting dari pertimbangan lainnya?
Data yang dikumpulkan dan diperbaharui secara rutin oleh International IDEA, seperti dapat ditemui pada laman webnya berjudul “Global Overview of COVID-19: Impact on Elections” menunjukkan bahwa, pada saat penulisan makalah ini, paling tidak ada 50 negara dan wilayah1—dihadapkan oleh kemungkinan menyebarnya virus dengan menyelenggarakan pemilihan di tengah pandemi – telah memutuskan untuk menunda pemilihan mereka. Namun, sebagian negara dan wilayah telah mengambil keputusan yang berat dan memilih untuk mengambil jalan yang mungkin lebih berbahaya untuk tetap menyelenggarakan pemilihannya sesuai jadwal.
Republik Korea adalah salah satu dari negara-negara yang berani mengambil risiko mengadakan pemilu di bawah ancaman pandemi COVID-19. Pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 15 April 2020 untuk memilih 300 anggota National Assembly ke-21 (parlemen) ini merepresentasikan dua sisi ujian krusial atas kepercayaan publik .
Baca selengkapnya…..