Siaran Pers
Perpu Pilkada: Tak Jawab Semua Kebutuhan Pilkada ditengah Pandemi Covid-19
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Jakarta, 6 Mei 2020
Jakarta-Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah. Melalui Perpu No. 2 Tahun 2020, Presiden Jokowi mengatur beberapa hal, khususnya terkait dengan kelangsungan tahapan pelaksanaan pilkada ditengah pandemi Covid-19.
Terkait dengan materi muatan, Perpu No. 2 Tahun 2020, hanya terdiri dari 3 pasal, dengan dilengkapai pasal pembuka tentang eksistensi undang-undang pilkada yang sudah berubah beberapa kali, dan yang satunya adalah ketentuan penutup tentang permberlakuan Perpu. Ketiga pasal yang mengatur mekanisme pilkada sebagai akibat dari pandemi Covid-19 adalah perubahan Pasal 120, penambahan Pasal 122A, dan penambahan Pasal 201A. Jika dikelompokkan, Perpu yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020 ini mengatur beberapa hal saja:
Pertama, situasi-situasi seperti bencana alam, bencana nonalam, kerusuhan, gangguan kemanan, dan gangguan lainnya yang menyebabkan pelaksanaan tahapan pelaksanaan kepala daerah tidak dapat dilaksanakan, maka pilkada akan dilanjutkan dengan mekanisme pemilihan lanjutan. Kedua, KPU RI berwenang untuk menerbitkan penundaan pilkada dengan keputusan KPU sebagai akibat adanya gangguan terhadap tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Ketiga, penetapan keputusan untuk menunda dan melanjutkan tahapan pilkada oleh KPU RI, mesti didasarkan pada persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR. Keempat, tahapan Pilkada 2020 yang awalnya direncanakan untuk dilaksanakan pada bulan September 2020 ditunda menjadi bulan Desember 2020. Kelima, dalam hal pemungutan suara di bulan Desember 2020 tidak dapat dilaksanakan, akan dilakukan penjadwalan kembali pelaksanaan pilkada sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam Pasal 122A.
Terkait dengan materi Perpu yang diterbitkan ini, ada beberapa catatan Perludem, diantaranya:
1. Pemerintah terlalu memaksakan diri untuk menjadwalkan pemungutan suara Pilkada 2020 pada bulan Desember. Kesan yang muncul di dalam Perpu ini, terutama ketentuan di dalam Pasal 201A ayat (3), tahapan pilkada seolah hanya mencakup persoalan pemungutan suara saja. Padahal, jika pemungutan suara dilaksanakan pada bulan Desember, tahapan Pilkada 2020 yang saat ini ditunda, mesti dimulai kembali selambat-lambatnya pada bulan Juni 2020. Sebelum tahapan dimulai kembali, tentu di dalam bulan Mei ini, KPU dan Bawaslu, serta stakeholder pemilu lainnya sudah mesti bersiap kembali untuk melanjutkan tahapan pilkada. Kita tahu semua, hampir semua tahapan pilkada, merupakan kegiatan yang mengundang interaksi banyak orang, serta kegiatan yang dilaksanakan di luar rumah. Aktifitas yang pastinya bertentangan dengan upaya menekan angka penyebaran Covid-19.
Pertanyaan pentingnya, mengapa pemerintah begitu berani mengambil resiko melaksanakan pilkada ditengah pandemi Covid-19 yang belum juga berhasil diantisipasi angka penyebarannya. Bahkan korban terinfeksi dan meniggal dunia masih terus bertambah?
2. Ketentuan di dalam Perpu ini, yang mensyaratkan kepada KPU untuk mendapatkan persetujuan bersama dengan DPR dan Pemerintah sebelum menunda dan melanjutkan kembali tahapan pilkada, tidak sejalan dengan prinsip kemandirian KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Karena situasi penundaan pilkada itu disebabkan oleh alasan keamanan, bencana, dan gangguan kemananan, harusnya KPU berkoordinasi dengan lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab untuk urusan tersebut. Dalam hal penanganan bencana non alam pandemi Covid-19, tentu KPU perlu berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) dan Kementrian Kesehatan. Jadi, pengaturan bahwa KPU mesti mendapatkan persetujuan bersama dengan DPR dan Pemerintah untuk menunda dan melanjutkan tahapan pilkada, adalah pengaturan yang tidak relevan, serta berpotensi mendistorsi kemandirian KPU.
3. Perpu Pilkada ini masih menggunakan pendekatan tata kelola teknis pilkada dalam situasi normal (tanpa pandemi/krisis) karena sama sekali tidak memberi ruang bagi penyesuaian pelaksanaan tahapan pilkada sejalan masa penanganan pandemi Covid-19. Perpu ini, dengan hanya tiga pasal di dalamnya, beranggapan bahwa keseluruhan tahapan pilkada serentak 2020 harus dikelola berdasarkan pengaturan yang sudah ada dalam UU Pilkada. Padahla KPU sudah pernah menyampaikan penyesuaian-penyesuaian implementasi teknis tahapan pilkada yang perlu dilakukan (misalnya verifikasi faktual calon perseorangan berdasar sampel dan dilakukan secara virtual, coklit secara daring, serta pembatasan peserta kampanye untuk jaga jarak) apabila pilkada diselenggarakan dengan tahapan yang beririsan dengan masa penanganan puncak pandemi.
4. Perpu pilkada yang diterbitkan Presiden Jokowi luput mengatur satu hal penting terkait pelaksanaan pilkada: soal anggaran pelaksanaan pilkada. Kondisi hari ini, hari pemungutan suara pilkada sudah pasti akan ditunda. Terdapat pula kondisi perekonomian yang tidak normal sebagai akibat pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, perlu penegasan dan pengaturan mekanisme pengelolaan dana untuk biaya pilkada yang sudah dianggarkan sebelumnya, untuk kondisi normal tanpa ada pandemi Covid-19. Selain itu, satu hal yang sangat penting juga, jika nanti anggaran pilkada yang sudah disiapkan sebelumnya mengalami kekurangan, Perpu ini diharapkan mampu menjawab sumber uang dari mana untuk menutupi kekurangan tersebut. Tetapi, hal itu justru luput dari pengaturan di dalam Perpu.
Demikianlah siaran pers ini Kami sampaikan, atas perhatiannya Kami ucapkan terima kasih.
Narahubung: Fadli Ramadhanil, Manajer Program Perludem, +62 852-7207-9894