Rilis Pers
DPR, Pemerintah, dan KPU tetapkan Pilkada 9 Desember 2020: Keselamatan Jiwa Pemilih dan Penyelenggara Terancam!
Jakarta, 28 Mei 2020
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Jakarta-Rapat Konsultasi antara Komisi II DPR, Pemerintah, dan KPU akhirnya memutuskan melaksanakan Pilkada 2020 ditengah pandemi Covid-19. Pemungutan suara Pilkada 2020 akan dilaksanakan pada Desember 2020. Dalam rapat konsultasi itu juga terlihat jelas, bahwa tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan pada 15 Juni 2020. Jika dihitung mundur dari hari ini, artinya tahapan pilkada akan kembali dilanjutkan 18 hari lagi.
Ini jelas keputusan yang sangat mengkhawatirkan. Meskipun sudah dapat diduga dari awal, karena memang pemerintah dan sebagian besar partai politik menginginkan tahapan pilkada tetap dilanjutkan dan pemungutan suara dilaksanakan pada Desember 2020. Di dalam kesimpulan rapat kemarin juga disimpulkan bahwa pelaksanaan pilkada mesti mengikuti protokol kesehatan penanganan Covid-19. DPR dan Pemerintah juga meminta kepada penyelenggarapemilu untuk mengajukan usulan anggaran perubahan sebagai konsekuensi pelaksanaan pilkada ditengah pandemi Covid-19.
Merespon kesimpulan rapat antara Komisi II DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu, Kami memberikan beberapa catatan sebagai berikut:
1. Keputusan melanjutkan tahapan pilkada ditengah pandemi Covid-19, dengan masa persiapan yang sangat sempit adalah keputusan yang mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu. DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu terlihat kurang peduli terhadap kondisi faktual, bahwa hingga hari ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19, bahkan korban meninggal dunia masih terus bertambah. Belum menunjukkan kecenderungan akan melandai, apalagi berakhir;
2. Pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan di 270 daerah, belum memiiki kerangka hukum yang sejalan dengan protokol penanganan Covid-19. Perpu No. 2/2020 sama sekali tidak mengatur pelaksanaan pilkada yang menyesuaikan pelaksanaan tahapan yang sesuai dengan protokol penanganan Covid-19. Artinya, pelaksanaan pilkada mesti menggunakan mekanisme normal, sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada. Jika kesimpulan rapat antara DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu meminta pelaksanaan pilkada menggunakan protokol Covid-19, tentu dibutuhkan kerangka hukum yang cukup, adil, dan sesuai dengan pinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu demokratis. Untuk menyiapkan ini tentu dibutuhkan waktu yang cukup. Sementara, keputusan untuk memulai kembali tahapan pilkada pada 15 Juni 2020, jelas membuat waktu mempersiapkan kerangka hukum untuk melaksanakan pilkada dengan protocol Covid-19 tidak cukup. Akibatnya akan sangat berbahaya. Kualitas pilkada bisa menurun. Derajat keterwakilan pemilih menjadi tidak maksimal. Ini jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan pilkada itu sendiri;
3. Salah satu konsekuensi melaksanakan pilkada ditengah pandemi Covid-19, KPU meminta tambahan anggaran sebesar 535 milyar rupiah. Untuk proses pembahasan dan penambahan anggaran ini tentu membutuhkan waktu. Belum lagi proses pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat lainnya untuk melaksanakan pilkada ditengah pandemi Covid-19, mesti dilaksanakan dengan mekanisme yang benar untuk menghindari terjadinya kesalahan pertanggungjawaban keuangan negara. Satu hal yang perlu diingat oleh DPR, Pemerintah, dan KPU, bahwa ketika tahapan pilkada nanti dilanjutkan, akan langsung berhadapan dengan tahapan pendaftara pemilih, serta verifikasi dukunga calon perseorangan.
Artinya, Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat kesehatan lainnya akan langsung digunakan dalam lebih kurang 18 hari kedepan. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pengadaan APD dan perangkat secara massal, distribusinya ke seluruh daerah pemilihan bisa selesai, sementara uangnya saja baru mulai mau dianggarkan. Sesuatu yang rasanya kurang rasional di dalam persiapan untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020.
Hal ini penting untuk diperhatikan, agar pemaksaaan diri melaksanakan Pilkada 2020 tidak menimbulkan masalah besar di kemudian hari. Pembelajaran dari beberapa tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pemilu pada masa lalu mestinya jadi pembelajaran luar biasa untuk tidak terulang, apalagi di tengah masa pandemi dan krisisi yang tengah kita hadapi. Hal itu akan sangat menciderai kemanusiaan dan martabat demokrasi kita.
Berdasar pandangan di atas kami sekali lagi meminta KPU, Pemerintah, dan DPR untuk mengevaluasi kesepakatan yang mereka buat pada 27/5 kemarin. Keselamatan dan kesehatan masyarakat harus ditempatkan sebagai prioritas dalam perhelatan pilkada kita. Agar praktik demokrasi yang merupakan penghormatan pada martabat manusia melalui penghargaan pada setiap sauara pemilih yang ada, tidak diciderai akibat marabahaya paparan Covid-19 yang mengancam mereka karena penyelenggaraan pilkada yang berlangsung di tengah pandemi. Sudah semestinya suara elite mencerminkan suara dan kepentingan publik secara orisinil.
Demikianlah catatan ini Kami sampaikan, atas perhatiannya Kami ucapkan terima kasih.
Narahubung: Fadli Ramadhanil, Manajer Program Perludem, +62 852-7207-9894