• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) diingatkan agar lebih siaga saat pilkada serentak akhir tahun ini, terutama berkaitan dengan sistem informasi teknologi.

Menurut peneliti Perludem Nurul Amalia ada tahapan kepemiluan yang membutuhkan sistem informasi teknologi yang tersambung dengan internet. Pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020, misalnya, ia memperkirakan kampanye dengan menggunakan media daring akan masif digunakan oleh para calon kepala daerah. Oleh karena itu, KPU mesti bersiap.

menghadirkan pembicara yakni Komisioner KPU Viryan Aziz, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) M. Affifuddin, Dosen Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia (UI) Setiadi Yazid, dan perwakilan Perludem

Perludem, tutur Nurul, memandang perlu pentingnya kolaborasi antara penyelenggara pemilu (KPU) dengan pihak lain guna memastikan sistem informasi dan teknologi dipersiapkan dengan baik. Ia pun berpendapat perlibatan instansi pemerintah dalam bidang keamanan siber, partisipasi masyarakat, atau pihak yang bisa melakukan audit teknologi seperti universitas untuk mengetahui seberapa mutakhir teknologi yang digunakan dan apakah pemisahan antara sistem data internal dan publikasi sudah cukup.

Lembaga pemilu, ujarnya, bukan satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap keamanan siber kepemiluan, serangan siber bisa datang dari banyak hal. Disampaikannya bahwa kolaborasi pengamanan siber untuk pemilu di berbagai negara sudah ada yang menyertakan partai politik, masyarakat sipil, bahkan ada kolaborasi yang melibatkan pihak swasta perusahaan penyedia jasa keamanan siber seperti di Australia.

“Ini amat diperlukan untuk menyatukan sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun pertahanan politik terhadap serangan siber,” tuturnya.

Meski demikian, tren bermitra dengan pihak swasta, ujarnya, harus disesuaikan dengan konteks Indonesia. Apabila ketelibatan pihak ketiga justru menimbulkan kecurigaan atau membuat masyarakat tidak percaya, KPU bisa bekerja sama dengan kampus   dan pakar keamanan siber juga institusi negara.

Pihaknya menyadari bahwa membangun sistem siber yang mumpuni membutuhkan biaya besar. Anggaran KPU untuk melangsungkan pilkada 2020, ucapnya, dapat dipahami belum cukup.

“Keterbatasan anggaran menjadi tantangan. Jangan sampai teknologi yang digunakan dan diamankan tidak cukup baik,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Setiadi Yazid melihat bahwa penyerangan terhadap laman milik KPU yang terjadi beberapa waktu lalu, bukan didasarkan pada motif mencari keuntungan. Menurutnya pihak yang melakukan perentasan sehingga situs www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id tidak bisa diakses selama beberapa jam, lebih menunjukkan pada niat politis atau ingin mencoreng citra KPU.

” KPU menjadi wajah depan dan wajar jika jadi target semua orang. Oleh karena itu, KPU harus transparan, integritas, profesional dengan kepribadian yang tangguh, masyarakat bisa ditenangkan ketika ada masalah dalam teknologi,” ujar pria yang juga merupakan anggota dari Center for Cyber Security and Cryptography Fasilkom UI itu.

Terkait keamanan siber dan data pemilih, Yazid menyarankan supaya KPU mematangkan sistem yang ada. Melibatkan lembaga audit untuk mengecek sistem yang ada, dan prosesnya diupayakan cepat dan tepat, juga membangun kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan keterbukaan serta menyelesaikan keluhan-keluhan yang selama ini ada.

Seperti yang telah diberitakan, situs lindungihakpilihmu.kpu.go.id yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Unum (KPU) sempat mengalami serangan peretasan sehingga melambat sejak Selasa malam (14/7) hingga Rabu (15/7) pukul 14.00 WIB. Anggota KPU RI Viryan Aziz menyampaikan situs tersebut mengalami serangan Distributed Denial-of-Service (DoS). Serangan DDoS adalah serangan dari lebih satu sumber yang mengakibatkan sistem overload atau kelebihan beban sehingga kerja sistem melambat.

Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/329687-kpu-diingatkan-soal-keamanan-siber-teknologi-pilkada