• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:4 mins read

Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjreol Rachman, menegaskan Pilkada 2020 akan dilaksanakan sesuai jadwal dengan protokol kesehatan yang ketat. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi untuk menunda Pilkada.

“Perjalanan Pilkada kan masih dalam proses, saya kira mestinya Pemerintah tidak menutup diri atas suar dan aspirasi kelompok besar masyarakat yang sudah menyampaikan seruannya soal penundaan Pilkada, seperti NU dan Muhammadiyah,” kata Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini kepada wartawan, Senin (21/9/2020).

Diketahui Muhammadiyah dan PBNU meminta agar pemerintah mengkaji kembali pelaksanaan Pilkada saat pendemi Corona. Menurut Titi permintaan penundaan itu bisa berpengaruh pada partisipasi pemilih.

“Kalau pemerintah tetap memaksakan melawan arus besar publik maka bisa saja bisa berdampak pada apatisme masyarakat yang menguat pada proses yang sedang berlangsung, dan pada akhirnya bisa mempengaruhi motivasi mereka untuk berpartisipasi di pemilihan nanti,” kata dia.

Titi kemudian menyinggung pelaksanaan tahapan Pilkada. Menurutnya saat pendaftaran bakal calon ke KPU masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan.

“Faktanya kan, pelaksanaan tahapan dengan protokol kesehatan itu banyak dilanggar khususnya saat pendaftaran bakal calon lalu oleh para aktor politik yang terlibat dalam kontestasi Pilkada 2020,” jelasnya.

Lebih lanjut, Titi menjelaskan skema penundaan Pilkda dalam UU Pilkada. Titi kemudian membandingkan skema penundaan Pilkada pada UU Nomor 8 Tahun 2015 dengan UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Baca juga: Perludem Beberkan Sejumlah Dampak Bila Pilkada 2020 Ditunda

“Berdasar UU Pilkada, terdapat beberapa skema penundaan yang bisa dilakukan. Yaitu penundaan secara parsial daerah per daerah atau penundaan secara menyeluruh di seluruh daerah yang berpilkada (penundaan pemilihan serentak),” sebut Titi.

“Penundaan Pilkada secara parsial lebih ringkas mekanisme. Proses penundaan parsial ini diputuskan cukup oleh KPU di daerah setempat sebagaimana pengaturan dalam Pasal 122UU No. 8 Tahun 2015,” katanya.

Sementara itu, dalam UU Pilkada tahun 2020 ada perbedaan penyelenggaraan penundaan Pilkada saat pandemi. Pada aturan ini proses penundaan Pilkada harus mendapat persetujuan dari KPU, Pemerintah dan DPR.

“Sedangkan penundaan pemilihan serentak di seluruh daerah yang berpilkada pada tahun 2020 ini diatur dalam Pasal 201A UU No. 6 Tahun 2020, yang mensyaratkan persetujuan KPU, Pemerintah, dan DPR,” kata dia.

“Penjelasan Pasal 201A ayat (3) menjelaskan bahwa Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum berakhir,” sambungnya.

Namun demikian, menurut Titi belum ada pengaturan lebih rinci soal parameter berakhirnya sebuah pandemi. Pada proses Pilkada 2020, kata Titi keputusan bersama diambil berdasarkan surat rekomendasi dari Satgas COVID-19.

“Sayangnya memang belum ada pengaturan lebih rinci dan teknis soal parameter bahwa kondisi bencana nasional pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum berakhir. Apakah berdasarkan pertimbangan Satgas, Kementerian Kesehatan, semata berdasar keputusan KPU, ataukah berdasar penilaian bersama antara KPU, Pemerintah, dan DPR,” katanya.

Baca juga: Perppu Pilkada 2020 digodok, Perludem ingatkan ‘tidak bisa buru-buru, jangan sampai mendelegitimasi pemilu’

“Sebab, keputusan untuk melanjutkan Pilkada 2020 ini kan diambil oleh KPU, DPR, dan Pemerintah karena adanya Surat dari Ketua Gugus Tugas pada 27 Mei 2020 lalu yang menyebutkan karena pandemi ini tidak bisa dipastikan kapan akan berakhirnya, maka Pilkada tahapannya bisa dilanjutkan sepanjang menerapkan protokol kesehatan dan berkoordinasi dengan Kemenkes dalam pembuatan regulasi penyelenggaraan Pilkada,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Juri Bicara Presiden menegaskan bahwa pelaksanaan Pilkada 2020 akan dilaksanakan sesuai jadwal. Namun demikian pemerintah akan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat.

“Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih. Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster baru Pilkada,” kata Fadjroel dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9/2020).

“Karenanya, penyelenggaraan Pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis,” katanya.

 

Artikel ini telah tayang di Detik.com dengan judul “Pilkada 2020 Tak Ditunda, Perludem: Faktanya Protokol Kesehatan Dilanggar“, https://news.detik.com/berita/d-5182741/pilkada-2020-tak-ditunda-perludem-faktanya-protokol-kesehatan-dilanggar?single=1