• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:2 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini berpendapat, tanpa adanya revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tren judicialization of politics atau peradilan politik bakal menguat.

Menurut Titi, situasi itu sudah tampak dari banyaknya gugatan terhadap ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20 persen ke Mahmakah Konstitusi (MK).

“Jadi akan ada tren penguatan judiciallization of politics. Ditarik masuknya hakim dan pengadilan dalam pembentukan hukum pemilu. Karena skema politik yang ada, yaitu melalui undang-undang, ditutup kerangkanya oleh pembentuk undang-undang,” kata Titi dalam diskusi daring yang diselenggarakan PSHK UII, Jumat (21/1/2022).

Titi mengatakan, hal itu akan berdampak terhadap tata kelola Pemilu 2024. Ia menuturkan, bisa jadi putusan MK keluar di tengah tahapan krusial pemilu.

“Sangat mungkin putusan MK keluar di tengah tahapan krusial sedang berlangsung. Akhirnya petugas penyelenggara pemilu akan merespons putusan MK dengan tergesa-gesa. Ini cukup akan menggganggu profesionalisme dan tata kelola teknis Pemilu 2024,” kata dia.

Titi menambahkan, tanpa adanya revisi UU Pemilu dan terobosan dalam tata kelola, Pemilu 2024 berpotensi memunculkan beban berat kepada penyelenggara pemilu. Bahkan, dia menilai beban itu akan jauh lebih berat daripada Pemilu 2019.

“Beban berat akan kembali berulang dan jauh lebih berat. Dan ini potensial mengganggu profesionalisme dan integritas petugas pemilu,” ujarnya.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Perludem: Tanpa Revisi UU Pemilu, Tren Peradilan Politik Akan Menguat”, https://nasional.kompas.com/read/2022/01/21/16554801/perludem-tanpa-revisi-uu-pemilu-tren-peradilan-politik-akan-menguat.