Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendukung gagasan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) agar staf khusus/staf ahli dilarang kampanye. Sebab, gagasan itu akan menciptakan pemilu yang lebih adil.
“Gagasan APHTN-HAN perlu kita dukung. Bukan hanya sebagai artikulasi pemikiran para pakar dan akademisi hukum yang punya argumentasi kuat, namun juga gagasan tersebut bisa berkontribusi dalam menciptakan kompetisi pemilu yang lebih adil, setara, dan kompetitif,” kata anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini saat dihubungi, Selasa (25/5/2022).
Dalam Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah serta melibatkan pejabat negara dan aparatur sipil negara. Tujuan pengaturan itu sebagai upaya menghindari penyimpangan dan manipulasi dalam pelaksanaan kampanye yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan.
“Posisi staf khusus dan tenaga ahli sangat dalam praktiknya krusial dan memiliki pengaruh yang besar dalam posisi publik yang mereka emban. Apalagi di beberapa kasus korupsi misalnya, ada sejumlah staf khusus dan tenaga ahli yang terlibat dalam praktik koruptif dengan memanfaatkan pengaruh yang dimilikinya,” kata Titi Anggraini menggarisbawahi.
Oleh karena itu, kata Titi, semestinya pengaturan larangan kampanye dalam Pasal 280 juga diberlakukan mutatis mutandis bagi staf khusus dan tenaga ahli yang anggarannya bersumber dari keuangan negara dan berurusan dengan hak ihwal yang berkaitan dengan kepentingan publik.
“Apalagi sebagai staf khusus dan tenaga ahli yang direkrut berdasarkan kepakaran dan keahliannya, sudah semestinya mereka fokus bekerja penuh waktu pada aktivitas yang berorientasi optimalisasi kontribusi pada jabatan yang mereka emban berdasarkan kepakaran dan keahlian yang mereka miliki,” ucap Titi Anggraini.
“Bukan malah sebaliknya cawe-cawe melakukan praktik politik partisan maupun kerja-kerja kepentingan pemenangan pemilu yang rentan dipolitisir,” sambung Titi Anggraini.
Namun, gagasan itu belum tertuang dalam bentuk peraturan tertulis sehingga tidak bisa ditegakkan secara hukum. Oleh sebab itu, KPU RI perlu membuat peraturan untuk menindaklanjutinya.
“Karena UU Pemilu dan UU Pilkada tidak diubah, maka menjadi penting ada terobosan hukum dari KPU untuk mengatur pelarangan itu dalam Peraturan KPU,” cetus Titi Anggraini.
Sebagaimana diketahui, Rapat Kerja Nasional, Simposium, dan Konferensi Nasional APHTN-HAN itu digelar di Bali pekan lalu. Salah satu hasilnya membuat sejumlah rekomendasi. Rekomendasi itu dibagi dalam beberapa klaster, yaitu penataan legislasi, sistem ketatanegaraan, pemilu/pilkada, kewenangan PTUN, dan Perizinan Pasca-UU Ciptaker.
“Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap praktik kampanye maka perlu adanya perluasan pengaturan pembatasan dan larangan kampanye bagi para penyelenggara yang berstatus non-ASN, seperti staf khusus atau tenaga ahli, yang memiliki pengaruh penting dalam pengambilan kebijakan dan keputusan para pejabat negara,” demikian bunyi rekomendasi APHTN-HAN di klaster Pemilu/Pilkada. Rekomendasi ini ditandatangani Ketum APHTN-HAN Prof Guntur Hamzah dan Sekjen APHTN-HAN Prof Bayu Dwi Anggono.
Artikel ini telah tayang di Detik.com dengan judul “Perludem Minta KPU Bikin Peraturan Larangan Stafsus/Staf Ahli Kampanye”, https://news.detik.com/berita/d-6094286/perludem-minta-kpu-bikin-peraturan-larangan-stafsusstaf-ahli-kampanye.