• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) melarang mantan terpidana nyaleg hingga 5 tahun usai keluar penjara. Perludem menilai putusan ini sangat diperlukan, meski tidak mengejutkan.
Pasal 240 ayat 1 huruf g yang diubah awalnya berbunyi:

Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;

MK mengubahnya menjadi:

Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:

(i)tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;

“Putusan ini sangat diperlukan selain untuk menegaskan ketentuan masa tunggu tersebut, juga penting demi kepastian hukum agar diikuti kepatuhan oleh semua pihak, khususnya KPU sebagai administrator pencalonan serta partai politik sebagai pintu masuk (gate keeper) pencalonan di pemilu legislatif,” kata anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini kepada wartawan, Rabu (30/11/2022).

Baca juga: Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 tentang Mantan Terpidana Nyaleg

Melalui putusan ini MK sejatinya makin meneguhkan ketentuan masa tunggu bagi pencalonan mantan terpidana sebagaimana pernah diputus MK melalui Putusan atas perkara No. 56/PUU-XVII/2019. Dalam Putusan 56 tersebut, MK kembali pada pertimbangan hukum dan substansi sebagaimana pernah diputus dalam Putusan No. 4/PUU-VII/2009 tertanggal 24 Maret 2009. .

Putusan No. 4/PUU-VII/2009 sendiri merupakan hasil pengujian atas Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

“Sehingga tidak mengejutkan kalau akhirnya MK kembali memutus soal adanya masa tunggu atau masa jeda selama lima tahun setelah bebas penuh bagi mantan terpidana termasuk mantan terpidana korupsi untuk bisa dicalonkan sebagai caleg di Pemilu DPR, DPD, dan DPRD,” ucap Titi Anggraini.

Selain itu, kata Titi, sudah semestinya partai politik malu dan menolak mencalonkan kader atau figur yang jelas-jelas pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

“Suara rakyat seharusnya tidak dipertaruhkan pada mereka yang sudah pernah gelap mata saat berurusan dengan uang dan penganggaran. Hal itu mengingat sebagai anggota parlemen ataupun pejabat eksekutif pasti akan berurusan dengan pengelolaan keuangan dan anggaran negara dalam jabatan yang dipegangnya,” ujar Titi Anggraini.

 

Artikel ini telah tayang di Detiknews dengan judul “MK Larang Koruptor Nyaleg, Perludem: Putusan Ini Sangat Diperlukan”, https://news.detik.com/berita/d-6435369/mk-larang-koruptor-nyaleg-perludem-putusan-ini-sangat-diperlukan.