• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, daerah pemilihan (dapil) Dewan Perawakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi yang tak ditata ulang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpotensi menjadi sumber sengketa pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.

Penyebabnya, Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan nomor 80/PUU-XX/2022 sudah menyinggung aneka masalah dari dapil DPR RI dan DPRD provinsi yang disusun DPR dalam Lampiran III dan IV UU Pemilu.

MK kemudian menyerahkan wewenang kepada KPU untuk menata ulang dapil itu melalui Peraturan KPU (PKPU).

Akan tetapi, PKPU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur soal dapil Pemilu 2024 tak mengubah komposisi dan alokasi kursi DPR RI dan DPRD provinsi, kecuali menambah dapil untuk empat provinsi baru di Pulau Papua.

Tidak diindahkannya putusan MK ini sudah diprediksi sebelumnya, menyusul kesepakatan politik antara KPU RI dengan Komisi II DPR RI pada 11 Januari 2023 untuk tidak melakukan perubahan apa pun terkait dapil DPR RI dan DPRD provinsi untuk Pemilu 2024.

“Kalau nanti misalnya ada peserta pemilu yang merasa dirugikan dengan dapil ini, bisa jadi ini kemudian dipermasalahkan setelah pemilu nanti,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, kepada Kompas.com pada Selasa (7/2/2023).

“Pascapemilunya, ketentuan dapil ini bisa dipermasalahkan pihak-pihak yang tidak puas dengan dapil yang ditetapkan oleh KPU. Itu salah satu dampak yang bisa terjadi ketika KPU tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.

Perempuan yang akrab disapa Ninis itu memaparkan, dapil merupakan arena kompetisi para calon anggota legislatif (caleg) dan partai politik.

Jauh sebelum pemungutan suara dan masa kampanye dimulai, caleg maupun partai politik sudah ambil ancang-ancang untuk melakukan simulasi dan menyusun strategi pemenangan.

“Kalau dapilnya begini, kira-kira mereka potensi dapat kursi berapa, dan kalau diubah berapa,” ucap Ninis.

Di sini lah celah sengketanya. MK telah meminta agar dapil DPR RI dan DPRD provinsi ditata ulang mengikuti penyusunan dapil yang baik sesuai Pasal 185 UU Pemilu.

Penataan ulang ini diperkirakan bakal merombak sebagian dapil yang selama ini memang bermasalah, mulai dari dapil yang kelebihan atau kekurangan alokasi kursi di parlemen sampai dapil yang komposisinya tidak integral/dapil loncat seperti Dapil Jawa Barat III yang menggabungkan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur meski tak bertetangga.

“Kalau mereka potensi mendapatkan kursinya lebih besar jika dapil disusun sesuai prinsip Pasal 185 UU Pemilu, lalu kenyataannya dapilnya berbeda (dalam PKPU), mereka mungkin menggugat,” ujar Ninis.

“(Alasan yang bisa dikemukakan), kenapa KPU tidak menata padahal menurut putusan MK dapil ini harus ditata berdasarkan prinsip Pasal 185?” lanjutnya.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, berdalih bahwa tidak berubahnya komposisi dan alokasi kursi dapil DPRD provinsi dan DPR RI untuk Pemilu 2024 tak terlepas dari pertimbangan hukum dalam putusan MK di atas, tepatnya pertimbangan hukum nomor 3.15.4.

Menurutnya, MK hanya memerintahkan KPU untuk mengeluarkan ketentuan dapil dan alokasi kursi dari UU Pemilu ke PKPU.

“Khususnya pada kalimat yang terdapat dalam baris ke-6 sampai ke-8 yang berbunyi: ‘Langkah yang mesti dilakukan adalah mengeluarkan rincian pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi dari lampiran UU 7/2017 dan menyerahkan penetapannya kepada KPU melalui Peraturan KPU’,” ujar Idham kepada Kompas.com kemarin.

 

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Perludem Sebut Dapil Tak Ditata Ulang Berpotensi Lahirkan Sengketa Peserta Pemilu 2024”, https://nasional.kompas.com/read/2023/02/07/17462531/perludem-sebut-dapil-tak-ditata-ulang-berpotensi-lahirkan-sengketa-peserta.