JAKARTA, KOMPAS.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa kampanye peserta pemilu di media sosial selama ini menjadi ruang gelap yang tidak jelas ruang lingkup penindakannya.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyat mengambil contoh soal peserta pemilu diharuskan untuk melaporkan dana kampanye sebagai bentuk akuntabilitas.
Namun, keberadaan media sosial telah menuntut pertanggungjawaban dalam bentuk lain.
Ia mengambil contoh fenomena buzzer yang bisa saja dipergunakan peserta pemilu untuk mempromosikan dirinya.
“Misalkan kalau (peserta pemilu) menyewa buzzer/influencer itu tidak terlapor di dana kampanye,” kata perempuan yang akrab disapa Ninis itu dalam diskusi virtual yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Disinformasi Pemilu, Senin (17/4/2023).
“Ini belum terlihat, karena sebetulnya salah satu yang menyebabkan kita punya tantangan kampanye dunia medsos itu karena orang bilang ini ruang gelap. Diharapkan ini bisa dibawa ke ruang terang,” kata dia.
Fenomena buzzer politik ini juga menjadi tantangan karena dikhawatirkan menjadi sumber konten-konten hoaks dan disinformasi serta informasi tak bertanggung jawab lainnya.
Ada tantangan bagi aparat penegak hukum maupun penyelenggara pemilu tak hanya mengetahui siapa aktor buzzer yang seringkali anonim di media sosial, melainkan juga melacak apakah ia terafiliasi dengan peserta pemilu.
“Dengan adanya kekosongan kerangka hukum ini, maka yang didorong adalah ekosisitem digital yang demokratis menuju Pemilu 2024,” ujar Ninis.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebelumnya menyampaikan akan merevisi peraturan terkait kampanye untuk secara khusus mengatur lebih jauh penggunaan media sosial pada masa kampanye Pemilu 2024.
Saat ini, peraturan terkait kampanye yang ada adalah Peraturan KPU Nomor 23 dan 33 Tahun 2018 yang disusun menjelang Pemilu 2019.
Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat KPU RI August Mellaz menegaskan bahwa belanja iklan pada masa kampanye selalu dibiayai oleh peserta pemilu.
Ada perkembangan baru yang dianggap perlu diatur terkait mekanisme belanja iklan di media sosial pada masa kampanye, karena hal itu berbeda dengan belanja iklan di media-media lain seperti elektronik dan cetak.
“Kampanye dengan berbagai metode dan kanal itu, kemudian bagaimana iklan kampanye di medsos, itu yang kemudian perlu didefinisikan tersendiri,” kata Mellaz di Kantor KPU RI, Kamis (13/4/2023).
Namun, Mellaz belum secara rinci menyebutkan rencana pendefinisian lebih lanjut soal iklan kampanye via media sosial.
“Media sosial itu kan satu platform yang kemudian bisa memunculkan interkasi dua arah, partisipasi, sampai kemudian bisa memunculkan konten-konten baru. Itu tentu akan kita diskusikan lebih lanjut,” ujar Mellaz.
“Ini yang kemudian kita coba susun, tentu hasil yang kami susun akan dikomunikasikan dengan banyak pihak,” kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Perludem Soroti Ruang Gelap Dana Kampanye Peserta Pemilu jika Sewa “Buzzer””, https://nasional.kompas.com/read/2023/04/17/23085991/perludem-soroti-ruang-gelap-dana-kampanye-peserta-pemilu-jika-sewa-buzzer.