• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:4 mins read

TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah mengeluarkan surat edaran mengenai perpanjangan jadwal rekapitulasi suara. Surat edaran bernomor 454/PL.01.8-SD/05/2024 bertarikh 4 Maret 2024 itu ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua KPU/KIP Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 5 Tahun 2024, tenggat waktu rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara adalah 2 Maret untuk tingkat kecamatan, 5 Maret untuk kabupaten/kota, 10 Maret untuk provinsi, dan 20 Maret 2024 untuk nasional.

Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik telah mengonfirmasi surat tersebut. Menurut Idham, KPU memiliki pertimbangan tertentu untuk menerbitkan surat edaran itu

“Betul, KPU telah menerbitkan surat tersebut karena pertimbangan kondisi force majeure (situasi yang tidak bisa dihentikan) karena suara pemilih harus selesai direkapitulasi dan ditetapkan oleh para rekapilator,” kata Idham saat dihubungi Tempo pada Jumat, 8 Maret 2024.

Surat edaran KPU itu menuai reaksi dari berbagai pihak. Berikut ini respons mereka:

1. Perludem: KPU Gagal Mitigasi Risiko Rekapitulasi Suara Molor

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem menyoroti KPU yang memperbolehkan rekapitulasi suara di daerah meski tenggat waktu sudah lewat.

“Tentu ini menggambarkan kalau KPU gagal memitigasi risiko soal potensi-potensi permasalahan di tahap rekapitulasi manual berjenjang,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, kepada Tempo, Jumat, 8 Maret 2024.

Dia mengatakan pada Pemilu 2019 juga ada masalah dalam proses rekapitulasi, tetapi dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal. “Dampaknya, tentu ada potensi terlambatnya waktu penetapan perolehan suara sah secara nasional yang diatur di dalam UU Pemilu maksimal 35 hari,” ucap Ninis, sapaan akrabnya.

Jika penetapan perolehan suara di tingkat nasional itu mundur, kata dia, ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ninis menyebutkan ada kekhawatiran potensi kecurangan di daerah justru membesar dengan diperpanjangnya rekapitulasi oleh KPU. “Publik jadi bisa mempertanyakan apa yang terjadi sehingga prosesnya bisa lewat tenggat waktu.”

Peneliti Perludem lainnya, Heroik M. Pratama, mengatakan KPU perlu menjelaskan kondisi force majeure yang dimaksud sehingga rekapitulasi suara di daerah mundur. “Publik harus dijelaskan molornya karena apa,” ujar Heroik saat ditemui Tempo di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat. “Agar tidak ada spekulasi atau asumsi.”

Namun, kata dia, poin pentingnya adalah agar proses rekap di tingkat nasional tidak melebihi jadwal. Yaitu, 35 hari setelah Pemilu berlangsung.

2. PPP: Kepatuhan pada Jadwal Sangat Perlu untuk Menghindari Negosiasi

Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhammad Romahurmuziy mengatakan rekap suara atau pleno berjenjang merupakan suatu kewajiban, sehingga tetap harus dilakukan meski ada yang mengalami keterlambatan waktu penyelesaian.

“Tapi, kepatuhan pada jadwal ini sangat perlu untuk menghindari ruang-ruang negosiasi di lapangan dengan penyelenggara” kata Romy, sapaan akrabnya pada Tempo, Jumat, 8 Maret 2024.

Romy juga meminta Bawaslu mengawal kecocokan antara formulir C1 dengan rekapitulasi suara. Apalagi, kata dia, diduga terjadi penggelembungan suara partai tertentu di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

Adapun Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu atau Bappilu DPP PPP, Achmad Baidowi, meminta penyelenggara pemilu bisa memastikan rekapitulasi suara harus selesai 20 hari setelah Pemilu di tingkat kabupaten, 25 hari setelah Pemilu di tingkat provinsi, dan 35 hari setelah Pemilu di tingkat nasional.

“Ya, kalau ada force majeure, bisa saja dilakukan penyesuaian yang penting rekap tidak melebihi batas waktu yang diberikan,” ujar Baidowi.

Dia menjelaskan, kondisi lapangan seringkali tidak memungkinkan untuk dilanjutkan rekapitulasi suara.

“Molornya rekapitulasi di tingkat kecamatan itu sering kali ada protes dari saksi-saksi partai, termasuk dari saksi PPP. Misalnya ada pergeseran suara di sejumlah Dapil, maka kemudian kami minta plenonya ditunda penyelesaiannya,” tutur Baidowi.

3. PAN: Perpanjangan Jadwal Rekapitulasi Bisa Bikin Kegaduhan

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Guspardi Gaus khawatir perpanjangan waktu rekapitulasi suara di beberapa daerah berpotensi menimbulkan kegaduhan dan kecurigaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Menurut anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu, perpanjangan waktu rekapitulasi juga berpotensi membuat masyarakat menilai penyelenggara pemilu tidak profesional.

“Kenapa? Karena belum tuntas dalam melakukan penghitungan itu,” ujar Guspardi, Jumat, 8 Maret 2024. “Kenapa sampai begini? Tentu menimbulkan kecurigaan bagi pengamat dan peserta pemilu. Ini kan memalukan dan memilukan.”

Menurut Guspardi, penghitungan suara semestinya dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan berdasarkan penghitungan suara berjenjang. Apalagi penyelenggaraan pemilu rutin digelar lima tahun sekali. “Kenapa sampai jadi dinamika carut marut penghitungan ini,” ucap dia.

Meski telah terjadi perpanjangan rekapitulasi penghitungan suara di kabupaten/kota, Guspardi berharap KPU tetap bekerja profesional dan tidak menggunakan keputusan ini untuk melakukan rekayasa atau meloloskan pasangan calon presiden dan wakil presiden, calon legislator, atau partai tertentu.

“Itu yang kita harapkan. Terjadinya keterlambatan karena sesuatu yang harus dilakukan, oke tidak masalah. Paling penting adalah penghitungan harus dilakukan secara jujur dan adil dan tidak ada upaya untuk menggelembungkan suara untuk pihak tertentu,” kata Guspardi.

 

Artikel ini telah tayang di Tempo.co dengan judul “Reaksi Perludem hingga Parpol Soal KPU Perpanjang Jadwal Rekapitulasi Suara”, https://nasional.tempo.co/read/1843085/reaksi-perludem-hingga-parpol-soal-kpu-perpanjang-jadwal-rekapitulasi-suara