Naskah kebijakan ini menjelaskan mengenai sistem pemilu campuran pilihan alternatif untuk memperbaiki pemilu Indonesia kedepan. Pilihan-pilihan alternatif desain sistem pemilu haruslah berlandaskan pada evaluasi dan kondisi objektif untuk menjawab permasalahan serta kegagalan dari sistem pemilu dalam mencapai tujuannya atau systemic failure. Hal ini ditujukan guna meminimalisir hadirnya motif keuntungan elektoral dari perubahan desain sistem. Sistem pemilu proporsional terbuka yang Indonesia terapkan pada empat pemilu (2009, 2014, 2019, dan 2024) menyisakan banyak persoalan seperti kebingungan pemilih yang berujung pada tingginya surat suara tidak sah. Selain itu, proporsional terbuka yang digabungkan dengan multi-member district dan pemilu serentak limat surat suara (presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota), gagal mencapai tujuan dari putusan Mahkamah Konstitusi untuk menghadirkan efisiensi tata kelola pemilu. Kegagalan juga terjadi dalam mencapai efektifitas sistem pemerintahan presidensil yang diukur dari kehadiran multipartai sederhana dari pemilu serentak tidak mampu dicapai. Sistem pemilu campuran atau mixed merupakan sistem pemilu yang menggabungkan dua varian sistem pemilu yakni sistem pemilu proporsional tertutup dan sistem pemilu pluralitas mayoritas dengan varian first past to post (FPTP) dapat dijadikan alternatif perbaikan sistem pemilu Indonesia kedepan. Sistem ini membagi daerah pemilihan sesuai dengan karakter dari kedua sistem pemilu tersebut yakni multi-member district untuk sistem pemilu proporsional tertutup dan single member district untuk sistem pemilu FPTP. Sistem pemilu campuran berusaha menggabungkan kelebihan dari sistem pemilu proporsional dan FPTP yang salah satunya adalah memudahkan pemilih dalam memberikan pilihannya. Hal ini karena dalam surat suara tersedia logo dan nama partai untuk proporsional tertutup beserta satu nama calon anggota legislatif untuk sistem pemilu FPTP. Pemilih diberikan ruang untuk memilih partai ataupun kandidat. Pada sisi lain, sistem pemilu campuran dalam varian mixed member proportional (MMP) mampu menjaga keberimbangan atau proporsionalitas hasil pemilu dengan perolehan kursi partai karena antara kedua varian sistem pemilu tersebut saling terhubung dan dimungkinkan adanya kompensasi kursi. Sistem pemilu campuran MMP dapat mampu menghadirkan efisiensi bagi pemilih dan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tata kelola pemilu. Selain itu, naskah kebijakan ini juga merekomendasikan pengalokasian kursi untuk kedua sistem pemilu tersebut dilakukan secara berimbangan 50:50 dengan daerah pemilihan untuk sistem pemilu proporsional tertutup di level provinsi untuk DPR sedangkan untuk varian FPTP Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota atau bagian dari Kabupaten/Kota untuk menjaga derajat keterwakilan. Pada sisi lain, untuk menjag proporsionalitas hasil pemilu besaran parliamentary threshold ditentukan dengan ambang batas efektif dan bagi partai yang tidak melampaui ambang batas tersebut tetap dapat memperoleh kursi dengan ketentuan paling tidak memperoleh satu kursi dalam satu daerah pemilihan. Adapun untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan diterapkan kuota 30% perempuan dalam daftar calon di sistem pemilu proporsional tertutup dan di 30% daerah pemilihan FPTP terdapat satu orang perempuan calon anggota legislatif.
Baca selengkapnya di attachment dibawah ini…..