• Post author:
  • Post category:Pemikiran
  • Reading time:4 mins read

UU Pemilu dan UU Partai Politik menjadi regulasi yang diagendakan Pemerintahan 2014-2019. Mungkin ruang politik pemuda tak langsung diterima menjadi bagian dari ketentuan kedua undang-undang ini, tapi setidaknya menjadi momentum penyadaran kolektif gerakan pemuda secara nasional.

Ada pendapat umum, selama ini pemuda hanya dijadikan objek pendulang suara kaum tua di kontestasi pemilu. Partisipasi memilih pemuda tak berdampak pengabulan aspirasi muda oleh pemerintahan terpilih. Pendidikan tinggi semakin mahal tapi kurang kualitas. Ruang publik terbuka dan kebebasan berekspresi semakin sempit. Tapi pemuda di setiap pemilu tetap memilih tanpa ruang partisipasi pencalonan dan keterpilihan berarti.

Konstitusi Indonesia hanya menyediakan jalur partai untuk pemilu DPR. Pasal 22E Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat bertuliskan, peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Pemuda, yang berarti warga negara berusia 16 sampai 30 tahun (UU No.40/2009 dan PP No.41/2011), jika ingin mempengaruhi kebijakan dari parlemen harus masuk partai politik yang umumnya berkarakter tua dan oligarkis.

Pemuda memang bisa masuk parlemen tanpa partai. Pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan 4 kursi tiap dapil provinsi, menyediakan jalur perseorangan. Tapi, DPD merupakan kamar parlemen tak bertaji dalam kewenangan membuat undang-undang. Diketahui nama Riri Damayanti (kelahiran 1990) dari dapil Bengkulu mengalami banalitas politik yang sama dengan Mudaffar Syah (1935) dari dapil Maluku Utara.

Pada UU Pemilu yang menyatukan UU Pilpres, UU Pileg, dan UU Penyelenggara Pemilu, afirmasi pemuda penting dilakukan pada enam ketentuan. Pertama, mengganti syarat kepesertaan partai di pemilu yang berdasar kepemilikan sekretariat di (100% provinsi, 75% kabupaten/kota,, 50% kecamatan) seluruh Indonesia. Syarat ini menjadikan partai bergantung pada individu atau beberapa individu ultra kaya yang notabene orang tua.

Pemilu DPR/DPRD yang menguatkan politik muda adalah yang syarat kepesertaannya menekankan pada ideologi/platform, bukan kekuatan finansial. Partai peserta Pemilu DPR cukup bersyarat mempunyai anggota partai senilai jumlah suara 1 kursi DPR. Pun begitu dengan partai peserta Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, cukup bersyarat mempunyai anggota senilai jumlah 1 kursi parlemen daerah terkait.

Kedua, turunkan syarat usia calon presiden dan wakil presiden dari 35 menjadi 18 tahun (usia minimal kedewasaan). Ketiga, hilangkan syarat kepemilikan kursi DPR bagi partai/koalisi partai pengusung calon presiden-wakil presiden.

Dua hal itu sebelumnya dibuat untuk menutup persaingan capres. Partai besar ingin menjamin ketokohan tunggal orang tua agar bisa lancar nyapres. Partai kecil yang relatif baru di parlemen dengan tokoh mudanya tak memungkinkan mengusung capres. Di sisi lain capres jalur perseorangan pun ditutup konstitusi.

Keempat, mewajibkan partai peserta pemilu berkepengurusan 30% pemuda di struktur partai. Kelima, mewajibkan partai peserta pemilu mencalonkan 30% pemuda. Keenam, mewajibkan partai peserta pemilu mencalonkan 30% pemuda di setiap dapil.

Pada UU Partai Politik, afirmasi pemuda setidaknya dilakukan pada dua ketentuan. Pertama, juga mewajibkan kepengurusan 30% pemuda bagi partai yang ingin menjadi peserta pemilu. Kedua, meningkatkan subsidi keuangan partai politik dari APBN beserta transparansi dan akuntabilitas untuk menghilangkan ketergantungan pada individu atau beberapa individu orang tua yang selama ini memiliki partai.

Perempuan mendapat afirmasi di pemilu berdasar argumen konstitusional. UUD 1945 Pasal 28H (2) bertuliskan, setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Keterangan Hakim MK dalam mengabulkan afirmasi perempuan bercatatan, regulasi ini bersifat sementara (sampai terwujudnya kesetaraan politik).

Jika perempuan bisa, kenapa pemuda tak bisa? Ingat, pemuda merupakan warga negara berjumlah 35% dari total pemilih. Jumlah tak sedikit ini tak hanya belum terepresentasi tubuhnya di pemerintahan tapi juga aspirasinya. []

USEP HASAN SADIKIN