• Post author:
  • Post category:Berita
  • Reading time:3 mins read

JAKARTA, KOMPAS.com – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganggap usulan penundaan Pilkada 2024 tak masuk akal.

Bukan hanya tak masuk akal, konsekuensinya juga dinilai bakal negatif untuk daerah. Sebab, banyak daerah kini tidak dijabat oleh kepala daerah definitif akibat penyerentakkan pilkada ke tahun 2024.

“Kita tahu bahwa sekarang ada daerah-daerah yang diisi oleh penjabat karena di 2022 dan 2023 tidak diselenggarakan pilkada,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, pada Sabtu (15/7/2023).

Catatan Kompas.com, terdapat 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota bakal habis masa jabatannya sebelum Pilkada 2024.

Posisi mereka digantikan oleh penjabat (pj) kepala daerah dari kalangan pejabat tinggi madya.

Meski Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan aturan bahwa pengusulan kandidat pj kepala daerah harus atas rekomendasi parlemen secara seimbang, tetapi nama yang diputuskan menjadi pj kepala daerah ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat.

Sejak awal, situasi ini dianggap rawan karena dianggap memudahkan intervensi pemerintah pusat.

Sementara itu, Pilkada 2024 digelar serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025.

Total, ada 37 provinsi (minus DI Yogyakarta), 415 kabupaten, dan 98 kota yang bakal berpartisipasi dalam pilkada serentak seluruh daerah sepanjang sejarah Indonesia ini.

“(Jika pilkada ditunda lagi), penjabat ini masa jabatannya pun panjang. Ada yang hampir 2 tahun, kalau pilkada ditunda, maka semakin lama juga daerah dipimpin oleh penjabat,” lanjut perempuan yang akrab disapa Ninis.

“Menurut saya ini usulan yang tidak pas. Apa yang mendasari usulan ini?” kata dia.

Sebelumnya, isu ini mencuat kembali karena Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkannya dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

“Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini. Karena, pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti,” ujar Bagja dikutip situs resmi Bawaslu RI, Kamis (13/7/2023).

“Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak,” lanjutnya.

Pilkada yang dihelat November 2024 dianggap kurang tepat dari segi waktu, sebab presiden dan wakil presiden yang baru terpilih hasil Pemilu 2024 baru dilantik sebulan sebelumnya. Konsolidasi kekuasaan belum kuat.

Ini juga pertimbangan Bagja yang pernah ia ungkapkan pula dalam rapat bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022), dan disampaikan lagi di KSP.

Potensi masalah keamanan ini berkaitan dengan pasukan keamanan yang tersebar di wilayah masing-masing karena pilkada berlangsung serentak, sehingga perbantuan personel keamanan hampir sulit dilakukan.

“Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa,” ungkap pria 43 tahun itu.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Penundaan Pilkada Akan Bikin Daerah Kian Lama Dipimpin Pj, Perludem Khawatirkan Intervensi Pusat”, https://nasional.kompas.com/read/2023/07/15/16520731/penundaan-pilkada-akan-bikin-daerah-kian-lama-dipimpin-pj-perludem